Tanaman Anggrek telah dikenal sejak 3000 tahun yang lalu dalam sejara Cina (Purwanto, 2016). Banyak negara yang menobatkan bunga anggrek sebagai puspa bangsa, misalnya saja Indonesia dengan Phalaenopsis amabilis atau yang biasa dikenal dengan anggrek bulan. Tumbuhan anggrek sebagian besar epifit (hidup melekat pada pohon inangnya) dan ada pun yang terestrial (tumbuh di tanah) (Palupi, 2016). Termasuk dalam famili Orchidaceae, tanaman ini setidaknya memiliki lebih kurang 25.000 jenis anggrek, dan 5.000 di antaranya terdapat di Indonesia (Purwanto, 2016). Jenis anggrek Dendrobium sp. adalah salah satu jenis anggrek yang sangat digemari (Febrizawati, Murniati, dan Yoseva, 2014).
Secara etimologi, Dendrobium berasal dari bahasa Yunani: dendron yang berarti pohon, dan bios yang artinya hidup (Assagaf, 2012). Dendrobium memiliki arti sebagai tanaman yang hidup dan menempel pada pohon, baik pohon hidup atau pohon mati (Arifin & Sulistiyantoro, 1994). Dengan demikian, berdasarkan tempat tumbuhnya, tanaman ini termasuk dalam jenis anggrek epifit Dendrobium pertama kali ditemukan oleh Olof Swartz pada tahun 1799. Anggrek Dendrobium diperkirakan berjumlah 1.000 kurang lebih spesies (Institute, 1977).
Selera konsumen bunga kian berubah dari waktu ke waktu, dan Anggrek Dendrobium mampu menjawab tuntutan tersebut (Widiastoety, Solvia, dan Soedarjo, 2010). Hal tersebut dikarenakan Dendrobium sp. memiliki bentuk dan warna bunga yang bervariasi, sehingga tanaman ini memiliki nilai ekonomi dan peluang pasar yang cukup menjanjikan. Indonesia sendiri setidaknya memiliki 275 spesies anggrek Dendrobium, oleh karenanya, tanaman ini merupakan sala satu kekayaan alam yang dimiliki Indonesia (Gandawidjaya dan Sastrapradja, 1980). Oleh karenanya, artikel review ini disusun untuk mengkaji biologi anggrek Dendrobium dari aspek ekologi, morfologi, klasifikasi, perkembangan varietas, hingga pemanfaatan nanas dan nilai ekonomisnya.
Ekologi Tanaman Anggrek Dendrobium
Anggrek Dendrobium sp. tumbuh menyebar di kawasan Asia Selatan, India, dan Srilanka ( Rachmawati, Hariyanto, dan Purnobasuki, 2016). Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak pada 06° 04' 30"LU - 11° 00' 36"LS dan dari 94° 58' 21"BT - 141° 01' 10"BT sehingga termasuk ke dalam iklim tropis (Palupi, 2016). Iklim tropis yang memiliki musim panas dan hujan saja tentu sangat bersahabat dengan ragam hayati, termasuk pula anggrek Dendrobium sp. Tanaman ini dapat tumbuh dengan baik pada ketinggian 0-500m mdpl (Widiastoety, Solvia, dan Soedarjo, 2010). Anggrek Dendrobium paling banyak tumbuh di daerah panas sehingga dikenal dengan tanaman panas (warm plant) (Adisarwanto & dkk., 2012).
Pemanfaatan Anggrek Dendrobium dan Nilai Ekonomisnya
Menurut Widiastoety, Solvia, dan Soedarjo tahun 2010 , Anggrek Dendrobium banyak digunakan dalam rangkaian bunga karena ketahanannya serta aromanya yang relatif bertahan lama, warna dan bentuk bunganya bervariasi, tangkai bunga lentur sehingga memungkinkan untuk dirangkai, dan produktivitasnya tinggi. Tingkatan warnanya begitu variatif, umumnya berwarna lembayung muda, putih, kuning, keemasan, kebiruan, gading, jingga tua, atau merah tua, atau kombinasi dari warna-warna tersebut. Tangkai bunga dendrobium yang panjang dapat dimanfaatkan sebagai bunga potong (Puchooa, 2004).
Tidak hanya itu, tanaman ini juga memiliki fungsi sebagai tanaman biofarmaka. Di Sumatera, beberapa anggrek Dendrobium digunakan sebagai obat tradisional (Heyne, 1987). Pemanfaatan anggrek sebagai obat tidak terlepas dari kandungan senyawa bioaktif (Silalahi dan Nisyawati, 2015). Senyawa-senyawa bioaktif yang dikandung oleh anggrek diantaranya flavonoid, glikosida sianogenik, tannin, karbohidrat, dan terpenoid (Maridassa., dkk. 2008) . Bagian tanaman yang digunakan biasanya adalah daun. Misalnya daun Dendrobium salacense Lindl untuk mengobati sakit perut, per lembar tanaman dikenai harga Rp.5.000 (Silalahi dan Nisyawati, 2015).
previous post
Jadi Mahasiswa Aktif : Tips Sukses di Perkuliahan