Kasus perundungan atau bullying merupakan peristiwa yang seringkali terjadi di lingkungan pendidikan kita. Di akhir september 2023 lalu misalnya, kasus perundungan yang dilakukan siswa SMP di Cimanggu, Cilacap Jawa Tengah sempat menggegerkan dunia maya, dimana seorang siswa dihajar habis-habisan hingga tak berdaya oleh teman-temannya. Menurut Laporan hasil Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja (SNPHAR) yang dilakukan oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPA) tahun 2019 lalu, menunjukan bahwa setidaknya 2 dari 3 anak perempuan atau laki-laki berusia 13 hingga 17 tahun pernah mengalami setidaknya satu jenis kekerasan selama hidupnya. Selain itu survei tersebut juga menunjukkan bahwa 3 dari 4 anak dan remaja yang pernah mengalami salah satu jenis kekerasan atau lebih melaporkan bahwa pelaku kekerasan adalah teman atau sebayanya. Lingkungan pendidikan seperti sekolah dan perguruan tinggi menjadi tempat paling rawan terjadinya kasus perundungan pada anak dan remaja. Hal ini tentu perlu menjadi perhatian serius pemerintah.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengungkapkan bahwa terdapat sekitar 3.800 kasus perundungan di Indonesia yang terjadi sepanjang tahun 2023, dimana hampir separuhnya terjadi di lingkungan pendidikan termasuk pondok pesantren. Bullying merupakan masalah serius yang sering terjadi di lingkungan pendidikan di Indonesia. Hal ini tidak hanya merugikan korban langsung, tetapi juga menciptakan lingkungan belajar yang tidak kondusif. Untuk itu, perlu adanya upaya nyata untuk melawan bullying demi menciptakan ruang aman di lingkungan pendidikan. Berikut adalah 4 cara untuk melawan bullying di lingkungan pendidikan:
Penting bagi seluruh pihak terkait, mulai dari siswa, guru, hingga orang tua, untuk meningkatkan pemahaman tentang bullying. Melalui program edukasi dan kampanye anti bullying yang dilakukan secara masif dari sekolah hingga perguruan tinggi, diharapkan semua pihak dapat memahami dampak negatif dari bullying dan mengambil peran aktif dalam mencegahnya. Guru dapat menyelenggarakan sesi pembelajaran khusus tentang bullying, sementara orang tua dapat terlibat dalam diskusi dan seminar mengenai pentingnya menciptakan lingkungan pendidikan yang aman.
Setiap sekolah sebaiknya membentuk tim khusus yang bertanggung jawab untuk menangani kasus-kasus bullying. Tim ini dapat terdiri dari guru, konselor, dan tokoh-tokoh yang dihormati di sekolah. Mereka akan bertugas untuk mendengarkan keluhan para korban, memberikan dukungan, dan mengambil tindakan preventif serta korektif terhadap perilaku bullying.
Pihak sekolah perlu memperketat pengawasan di area-area yang rentan terjadinya bullying, seperti toilet, kantin, dan area-area tertentu. Selain itu, penegakan aturan yang tegas terhadap perilaku bullying juga perlu dilakukan. Sanksi yang jelas dan konsisten akan memberikan efek jera dan mendorong para pelaku bullying untuk berhenti.
Korban bullying seringkali membutuhkan dukungan psikologis yang kuat. Tindakan bullying tidak hanya memberikan tekanan fisik pada korban, namun juga dapat mengganggu kestabilan mental korbannya. Sekolah sebaiknya menyediakan layanan konseling dan pendampingan bagi para korban, baik secara individual maupun kelompok. Dukungan dari guru, konselor, dan teman-teman sebaya sangat penting dalam membantu korban mengatasi dampak psikologis dari bullying.
Melalui langkah-langkah tersebut, diharapkan lingkungan pendidikan di Indonesia dapat menjadi tempat yang aman dan nyaman bagi semua pihak. Menciptakan kesadaran, membangun tim anti-bullying, mempromosikan kebaikan dan empati, memperketat pengawasan, serta memberikan dukungan psikologis adalah langkah konkret yang dapat dilakukan untuk melawan bullying. Semua pihak perlu terlibat aktif dalam upaya ini, sehingga setiap anak dapat belajar dan tumbuh kembang tanpa rasa takut akan bullying.
previous post
Jadi Mahasiswa Aktif : Tips Sukses di Perkuliahan