Filosofi Suku Jawa “Memberi Manfaat Dalam Kesederhanaan”

Pelan Lembut Dan Penuh Kesabaran” Begitulah kesan yang banyak ditangkap dari masyarakat suku Jawa. Mereka berbicara dengan cara yang pelan lembut dan sopan berjalan pun tak pernah terburu-buru, begitu pula dalam bekerja dan berkendara. Tetapi meskipun pelan tak pula bisa disebut lamban apalagi malas, karena mereka terkenal sebagai sosok pekerja keras. Cara mereka yang pelan seolah sedang menikmati dan menghayati setiap pekerjaannya.

Alon-Alon Waton Kelakon” yang jika diartikan dalam Bahasa Indonesia adalah “Pelan-Pelan Asalkan Sampai Atau Tercapai.” Masyarakat suku Jawa memegang filosofi untuk tak terburu-buru dalam bertindak. Kamu mungkin bisa melihat tarian Jawa yang bila dibandingkan dengan tarian dari suku manapun di Indonesia akan terkesan sangat pelan dan sangat lembut. Tarian ini bahkan bisa menjadi terapi main fullness. Tak heran jika orang dari Ibukota atau dari wilayah lain memasuki wilayah suku Jawa yaitu Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Yogyakarta mereka akan merasakan kehidupan slow living yang benar-benar kontras dari kehidupan mereka sebelumnya yang sederhana dan rendah hati.

Ilmu Iku Kalakone Kanthi Laku” yang jika diartikan dalam Bahasa Indonesia yaitu “Mencari Ilmu Atau Pengalaman Itu Harus Dijalani Dan Diamalkan Lahir Batin” Ini berarti bahwa dalam proses mendapat ilmu dan pengalaman mereka akan berusaha dengan menjalaninya atau mempraktekkannya bukan hanya mempelajarinya lewat membaca dan logika saja. Prosesnya juga disertai dengan doa dan kesabaran. Meskipun waktunya sangat lama, mereka percaya pasti entah kapan harapan mereka dapat tercapai mereka yang berhasil menjadi sukses kaya atau memiliki jabatan telah memperolehnya dalam proses yang sangat panjang dan penuh perjuangan, itulah mengapa kesuksesan dan kekuasaan mereka dapat bertahan lama. Mereka juga tidak akan merubah gaya hidupnya menjadi mewah meski memiliki harta yang banyak. Mereka akan tetap tampak sederhana,

Filosofi ini membawa orang Jawa menjadi orang yang sederhana. menghargai dan mensyukuri hal-hal penting dan material. “Sugih Tanpa Bandha” berarti bahwa untuk merasa kaya tidak selalu diukur dengan jumlah uang, namun dengan besarnya rasa syukur atas nikmat yang telah didapatkan. “Digdaya Tanpa Aji” memberi pesan untuk menjadi kuat hebat dan berpengaruh adalah dengan kewibawaan bukan dengan kekuatan yang tak semestinya digunakan. Dapat kita pahami bahwa manusia perlu memiliki sifat kesatria yang berani bertanggung Jawab dan beraksi meskipun hanya sendirian, bukan main keroyokan. Meskipun telah menang, maka pantang bagi pemenang untuk sombong dan merendahkan lawan, mereka akan tetap menghargai dan menghormati lawannya. Filosofi ini menjadi pedoman bagi orang Jawa untuk senantiasa hidup sederhana jauh dari sifat serakah, karena untuk menjaga Wibawa tidak diperlukan sifat sombong. Filosofi ini memberi pesan agar seorang manusia menjaga perkataan atau lisannya karena dari lisan dapat menunjukkan seberapa tinggi kehormatan kita dibawa dan kehormatan seseorang akan tampak dari apa yang terucap dalam lisan perkataan yang baik, sopan, tidak menyakiti, tidak merendahkan, tidak sombong dan pada tempatnya.

Pada artikel ini saya hanya ingin membahas sekilas tentang filosofi Jawa yang mungkin kerap kalian dengar tetapi masih bingung apa makna dan tujuan diterapkannya filosofi tersebut. Semoga beberapa pembahasan filosofi di atas dapat menjadi acuan bagi kalian untuk dapat tetap dapat memberi warna dalam hidup meski dalam sebuah kesederhanaan. Terimakasih

  473 Views    Likes  

Pendaftaran Program Kampus Mengajar Angkatan 8 sudah Dibuka!

previous post

Moralitas dan Etika Profesional dalam Menyongsong Generasi Pemimpin Masa Depan
Pendaftaran Program Kampus Mengajar Angkatan 8 sudah Dibuka!

next post

Pendaftaran Program Kampus Mengajar Angkatan 8 sudah Dibuka!

related posts