Kemendikbud: Kuliah itu Pendidikan Tersier

Baru-baru ini, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Indonesia mengeluarkan kebijakan baru yang menetapkan kuliah sebagai pendidikan tersier. Langkah ini diambil dengan tujuan untuk mengakui peran perguruan tinggi dalam menghasilkan sumber daya manusia berkualitas. Namun, kebijakan ini tidak luput dari kritik dan kekhawatiran. berikut adalah Pandangan-pandangan kontra terhadap kebijakan tersebut:

1. Kesenjangan Akses Pendidikan

Salah satu kritik utama terhadap kebijakan ini adalah bahwa pengakuan kuliah sebagai pendidikan tersier dapat memperparah kesenjangan akses pendidikan di Indonesia. Meskipun diharapkan dapat meningkatkan kualitas pendidikan tinggi, kenyataannya masih banyak anak muda di Indonesia yang tidak memiliki akses ke perguruan tinggi karena keterbatasan ekonomi, geografis, atau sosial.

Dengan fokus yang semakin besar pada pendidikan tersier, ada risiko bahwa perhatian terhadap pendidikan dasar dan menengah akan terabaikan. Padahal, akses dan kualitas pendidikan dasar dan menengah sangat penting sebagai pondasi bagi pendidikan tinggi. Tanpa dasar yang kuat, banyak siswa mungkin tidak siap untuk melanjutkan ke perguruan tinggi, sehingga memperburuk ketimpangan dalam sistem pendidikan.

2. Komodifikasi Pendidikan

Kebijakan ini juga dikhawatirkan akan mendorong komodifikasi pendidikan. Dengan mengangkat kuliah sebagai pendidikan tersier, pendidikan tinggi mungkin semakin dianggap sebagai investasi finansial yang harus menghasilkan keuntungan ekonomi di masa depan. Hal ini dapat menyebabkan peningkatan biaya kuliah, yang pada akhirnya bisa memberatkan mahasiswa dan keluarganya.

Peningkatan biaya kuliah bisa membuat pendidikan tinggi semakin tidak terjangkau bagi banyak orang. Jika pendidikan tinggi menjadi terlalu mahal, hanya mereka yang berasal dari keluarga mampu yang bisa menikmati manfaatnya. Hal ini berpotensi memperkuat ketidaksetaraan sosial dan ekonomi di masyarakat.

3. Fokus yang Terlalu Sempit

Mengangkat kuliah sebagai pendidikan tersier juga dapat menyebabkan fokus yang terlalu sempit pada perguruan tinggi sebagai satu-satunya jalur menuju kesuksesan karier. Padahal, ada banyak jalur lain yang juga penting, seperti pendidikan vokasi dan pelatihan keterampilan. Pendidikan vokasi, misalnya, dapat menyediakan keterampilan praktis yang sangat dibutuhkan di pasar kerja.

Jika kebijakan ini terlalu menekankan pentingnya perguruan tinggi, ada risiko bahwa jalur-jalur pendidikan lain akan diabaikan atau dianggap kurang penting. Padahal, diversifikasi jalur pendidikan sangat penting untuk memenuhi kebutuhan berbagai jenis pekerjaan di masyarakat.

4. Kurangnya Infrastruktur dan Sumber Daya

Indonesia masih menghadapi tantangan besar dalam hal infrastruktur dan sumber daya pendidikan tinggi. Banyak perguruan tinggi di daerah masih kekurangan fasilitas dan tenaga pengajar berkualitas. Dengan menjadikan kuliah sebagai pendidikan tersier tanpa mengatasi masalah-masalah ini, kebijakan ini mungkin tidak akan efektif dalam meningkatkan kualitas pendidikan secara keseluruhan.

Jika infrastruktur dan sumber daya tidak ditingkatkan, pengakuan terhadap pendidikan tinggi sebagai pendidikan tersier bisa menjadi simbolis belaka tanpa perubahan nyata dalam kualitas pendidikan yang diterima oleh mahasiswa.

Meskipun kebijakan Kemendikbud yang menetapkan kuliah sebagai pendidikan tersier bertujuan untuk meningkatkan kualitas pendidikan tinggi di Indonesia, ada beberapa kekhawatiran yang perlu diperhatikan. Kesenjangan akses pendidikan, komodifikasi pendidikan, fokus yang terlalu sempit, serta kurangnya infrastruktur dan sumber daya merupakan isu-isu yang harus diatasi agar kebijakan ini benar-benar bermanfaat bagi seluruh masyarakat Indonesia.

Untuk mencapai tujuan yang diharapkan, kebijakan ini perlu diimplementasikan dengan hati-hati dan disertai dengan upaya untuk meningkatkan akses dan kualitas pendidikan di semua tingkatan. Dengan demikian, pendidikan tinggi bisa menjadi lebih inklusif dan merata, serta benar-benar berkontribusi pada pembangunan sumber daya manusia yang berkualitas di Indonesia.

  24 Views    Likes  

Dark Empath, Kepribadian Ganda “Si muka dua”

previous post

Peran Teknologi dalam Transformasi Pendidikan di Era Digital
Dark Empath, Kepribadian Ganda “Si muka dua”

next post

Dark Empath, Kepribadian Ganda “Si muka dua”

related posts