Hubungan dagang antara Amerika Serikat dan China, dua kekuatan ekonomi terbesar di dunia, telah mengalami pasang surut selama lebih dari satu dekade. Ketegangan yang memuncak sejak perang dagang dimulai pada 2018 telah berdampak signifikan terhadap stabilitas ekonomi global. Namun, pada pertengahan Mei 2025, kedua negara menunjukkan tanda-tanda peredaan yang dinantikan banyak pihak.
Dalam sebuah langkah yang dianggap sebagai terobosan diplomatik, Amerika Serikat dan China menyepakati pengurangan tarif impor secara bertahap selama periode 90 hari. Pemerintah AS menurunkan tarif barang dari China dari 145% menjadi 30%, sementara China memangkas tarif dari 125% menjadi 10%. Kesepakatan ini tidak hanya membuka kembali jalur komunikasi dagang yang sempat buntu, tetapi juga mencerminkan kehendak kedua belah pihak untuk menciptakan stabilitas ekonomi yang lebih luas.
Dampak dari kesepakatan ini langsung terasa di pasar keuangan global. Indeks saham utama seperti Dow Jones, Nikkei, dan Shanghai Composite mengalami penguatan signifikan. Investor menyambut baik kabar ini karena dianggap dapat mengurangi ketidakpastian yang selama ini membayangi perdagangan internasional. Di sektor industri, perusahaan-perusahaan manufaktur yang bergantung pada rantai pasok global, seperti Komatsu dan General Electric, memproyeksikan penghematan biaya produksi dalam jumlah besar akibat penghapusan sebagian tarif.
Meskipun perkembangan ini patut diapresiasi, para analis memperingatkan bahwa kesepakatan ini masih bersifat sementara. Tidak adanya jaminan bahwa kedua negara akan terus melanjutkan proses normalisasi dalam jangka panjang menjadi catatan penting. Faktor-faktor seperti perbedaan pandangan mengenai teknologi, keamanan data, dan hak kekayaan intelektual tetap menjadi sumber potensi konflik di masa depan.
Namun demikian, pelonggaran ketegangan ini memberikan ruang bagi negara-negara lain untuk kembali fokus pada pemulihan ekonomi pascapandemi dan memperkuat kerja sama multilateral. Organisasi seperti WTO dan G20 diharapkan dapat memainkan peran lebih aktif dalam menjaga keterbukaan perdagangan dan mendorong reformasi sistem dagang global yang lebih adil dan inklusif.
Dengan kata lain, meskipun belum sepenuhnya berakhir, meredanya perang dagang AS–China menjadi angin segar bagi perekonomian dunia. Tantangan ke depan tetap ada, tetapi dialog yang lebih terbuka dan komitmen terhadap kerja sama jangka panjang menjadi kunci untuk menjaga kestabilan global yang telah lama dinantikan.