Setiap negara tentunya memiliki budaya yang berbeda. Perbedaan budaya ini dapat memengaruhi sikap dan perilaku warganya. Dalam dunia kerja, terutama di perusahaan multinasional, perbedaan budaya ini akan memengaruhi cara berpikir, berinteraksi, dan bertindak antar karyawan. Dimensi Nilai Hofstede merupakan alat bantu untuk dapat memahami perbedaan budaya antar negara. Pemahaman terhadap perbedaan budaya ini dapat membantu menghindari terjadinya kesalahpahaman antar karyawan. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk dapat memahami enam Dimensi Nilai Hofstede.
Apa itu Dimensi Nilai Hofstede?
Dimensi nilai Hofstede merupakan sebuah kerangka kerja yang digunakan untuk memahami perbedaan budaya dan sistem nilai nasional di berbagai dunia yang memengaruhi hubungan kerja organisasi dan pegawai. Dimensi Nilai Hofstede bermula dari penelitian yang dilakukan oleh Geert Hofstede di International Business Machine Corporation (IBM) pada tahun 1967-1973. Penelitian ini dilakukan oleh Geert Hofstede kepada 116.500 karyawan IBM yang tersebar di lebih dari 70 negara. Dimensi nilai Hofstede awalnya terdiri dari empat dimensi saja, namun sekarang berkembang menjadi 6 dimensi. Berikut ini merupakan enam dimensi nilai Hofstede.
Jarak Kekuasaan
Dimensi jarak kekuasaan mengukur sejauh mana orang-orang dalam suatu organisasi menerima bahwa kekuasaan tidak didistribusikan secara merata.
Jarak kekuasaan yang besar berarti orang-orang menerima ketimpangan kekuasaaan dalam organisasi.Contoh negara : Malaysia, Filipina, dan Panama.
Jarak kekuasaan yang kecil berarti orang-orang kurang menerima ketimpangan kekuasaan dalam organisasi. Ini berarti mereka mengharapkan adanya kesetaraan kekuasaan.Contoh negara : Denmark, Austria, dan Israel.
Tingkat Penghindaran KetidakpastianTingkat penghindaran ketidakpastian mengukur sejauh mana orang-orang dalam suatu organisasi merasa tidak nyaman dengan ketidakpastian dan ambiguitas.
Tingkat penghindaran ketidakpastian yang tinggi menunjukkan ketidaknyamanan orang-orang terhadap ketidakpastian dan ambiguitas. Orang-orang lebih menyukai kepercayaan yang menjanjikan kepastian. Orang-orang dari negara ini cenderung memiliki banyak peraturan dan perencanaan untuk menghindari risiko.Contoh negara : Yunani, Portugal, dan Uruguay.
Tingkat penghindaran ketidakpastian yang rendah menunjukkan toleransi yang tinggi terhadap ketidaknyamanan dan ketidakpastian.Contoh negara : Singapura dan Jamaika.
Individualisme – Kolektivisme Individualisme cenderung menekankan dan menjunjung tinggi nilai nilai-nilai pribadi dan kemandirian.Contoh negara : Amerika Serikat, Kanada, Inggris, dan Australia.
Kolektivisme mengharapkan anggotanya untuk lebih menekankan kepentingan kelompok dan loyalitas pada organisasi.Contoh negara : Guatemala, Ekuador, dan Cina.
Maskulinitas – Feminitas Masyarakat dengan nilai maskulinitas tinggi akan lebih mengutamakan dan mengejar prestasi dan kesuksesan material.Contoh negara : Jepang dan Jerman.
Masyarakat dengan nilai feminitas tinggi lebih mengutamakan nilai-nilai hubungan, kerja sama, dan pengambilan keputusan dalam kelompok.Contoh negara : Swedia, Norwegia, dan Denmark.
Orientasi Jangka Panjang - Orientasi Jangka Pendek Orientasi jangka panjang menunjukkan kepedulian yang lebih besar terhadap masa depan serta sangat menghargai sikap hemat dan kegigihan.Contoh negara : Tiongkok dan Jepang.
Masyarakat dengan orientasi jangka pendek cenderung mengutamakan masa lalu dan masa kini serta sangat menghargai tradisi dan masa lalu.Contoh negara : Nigeria dan Pakistan.
Pengendalian Diri – Pemanjaan Masyarakat dengan nilai pemanjaan yang tinggi cenderung lebih bebas dalam mengekspresikan diri. Mereka menekankan kenikmatan hidup dan kebebasan berekspresi.Contoh negara : Meksiko dan Australia.
Masyarakat dengan tingkat pengendalian diri yang tinggi memiliki kontrol sosial yang tinggi terhadap keinginan pribadinya. Mereka lebih menekankan disiplin dan pengendalian diri yang ketat.Contoh negara : Rusia dan Pakistan.
Pemahaman terhadap dimensi budaya Hofstede dapat dijadikan landasan strategis dalam dunia pendidikan, bisnis, maupun diplomasi. Dengan menerapkannya secara bijak, kita mampu menghindari konflik budaya dan memperkuat kolaborasi antarbangsa maupun antarindividu dari latar belakang yang beragam.