Film “Mickey 17,” yang disutradarai oleh Bong Joon-ho dan dirilis pada tahun 2025, adalah sebuah film bergenre dark comedy science fiction yang sangat epik. Dibintangi oleh Robert Pattinson, Naomi Ackie, Steven Yeun, Toni Collette, and Mark Ruffalo. Mengambil latar di luar angkasa yang penuh dengan ketidakpastian dan ancaman, film ini mengajak penonton untuk mengikuti perjalanan seorang pemuda bernama Mickey dalam menjalani nasibnya sebagai seorang expendable.
Sebagai bagian dari genre science fiction, “Mickey 17” menawarkan visual yang detil dan merangsang imajinasi, menjadikan film ini menduduki peringkat pertama pada The Weekend Box Office. Film ini juga merupakan adaptasi dari novel laris dengan judul “Mickey 7” Edward Ashton, yang menambah ekspektasi para penggemar buku tersebut.
Mickey merasa terjebak dengan kehidupannya di Bumi dan memutuskan untuk melarikan diri dengan menjadi seorang “expendable” — pekerja yang dianggap mudah digantikan. Dalam peran ini, jika ia tewas dalam sebuah misi, tubuhnya akan diregenerasi dengan sebagian besar ingatannya masih utuh.
Dalam sebuah momen kritis, Timo (yang diperankan Steven Yeun), seorang pilot dan kenalan lama Mickey, tiba di tempat kecelakaan Mickey. Namun, daripada memberikan pertolongan, Timo justru mengambil senapan api milik Mickey, dengan dalih senapan api tersebut terlalu berharga untuk dibiarkan rusak.
Adegan ini mengungkapkan perlakuan tidak memanusiakan Mickey, nyawa seorang Mickey tidak ada harganya dibanding sebuah senapan api. Hal ini merupakan kritik terhadap elit borjuis di dunia nyata yang menikmati kemewahan dari pengorbanan kaum proletar, tanpa sekalipun merasakan getirnya perjuangan mereka.
Teknologi kloning dalam film ini memperlihatkan upaya manusia untuk menduduki posisi “Tuhan”, namun tidak disertai kebijaksanaan. Paradoks kemanusiaan terlihat jelas, semakin canggih teknologi yang dikembangkan, semakin tumpul pula empati yang dimiliki. Kloning yang seharusnya menjadi bukti keunggulan intelektual manusia, justru mengungkap betapa ketidaksempurnaan manusia.
Mickey dalam film ini hanyalah sebuah representasi dari jutaan manusia yang tersisihkan oleh sistem yang tidak manusiawi, di mana mesin, senjata, dan kepentingan politik jauh lebih bermartabat daripada nyawa manusia itu sendiri.
Adanya tokoh pemimpin yang semena-mena, ditambah munculnya penduduk asli planet Niflheim yang dijuluki “creeper”, seakan merasakan déjà vu lantaran munculnya dua hal tersebut terasa seperti kombinasi dari film garapan Bong sebelumnya yaitu Snowpiercer (2013) dan Okja (2017).
Rasa tidak puas muncul ketika film ini tidak berhasil memanfaatkan potensi konsep originalnya secara maksimal. Pada awalnya Bong seolah membawa penonton ke wilayah imajinasi futuristik yang menjanjikan (planet es Niflheim), namun dipatahkan dengan latar cerita yang dominan berada di dalam pesawat. Kemudian film ini terasa “nanggung” untuk dikatakan sebagai genre komedi, karena bumbu-bumbu jokes yang Bong taburkan terasa kurang konsisten dan tidak selalu berhasil memancing tawa.
Secara keseluruhan, film ini menghadirkan pengalaman baru dalam menonton film. Selama adegan film, emosi kita dibawa naik turun merasakan nasib seorang mickey. Akting para pemain, terutama pemeran utama, Pattinson membongkar kompleksitas identitas manusia melalui dua wajah yang bertentangan. Mickey 18 muncul sebagai sosok yang dipertajam oleh keberanian dan kekerasan, kontras dengan versi sebelumnya yang lebih lemah. Film ini sangat direkomendasikan bagi penggemar fiksi ilmiah yang menyukai cerita dengan elemen psikologi dan visual yang kuat.
Film ini membuka pertanyaan filosofis: berapa banyak persona tersembunyi yang kita miliki, menunggu untuk mengambil alih kendali?