Hi sobat OSC mungkin di antara kita pernah mengalami nya yaa, ini saya ada sedikit informasi aja ya teman-teman ???? Broken home identik dengan perceraian orangtua karena pertengkaran atau KDRT. Namun, secara psikologi, anak bisa merasakan broken home pada keluarga utuh. Kondisi ini bisa berdampak pada perkembangan anak remaja. Berikut penjelasan seputar pengertian broken home sampai dampak pada anggota keluarga. Apa itu broken home? International Journal of Applied Research menerbitkan sebuah penelitian yang menjelaskan bahwa broken home adalah kondisi ketika keluarga tidak lagi utuh. Ketidakutuhan keluarga bisa karena perceraian, salah satu orangtua meninggal atau masalah yang tidak terselesaikan dengan baik. Bahkan bisa juga karena orang ketiga dalam urusan rumah tangga, misalnya orangtua, mertua, atau keberadaan wanita maupun pria idaman lain. Mengutip dari situs resmi Brown University, idealnya keluarga adalah tempat anak tumbuh dan berkembang dengan sehat secara mental dan fisik. Namun, ada kondisi yang membuat kebutuhan emosional anak tidak terpenuhi. Sebagai contoh, pertengkaran orangtua, kekerasan, dan pola komunikasi keluarga broken home yang membuat anak tidak bisa mengekspresikan perasaannya. Dampak broken home pada anak Perpecahan dan struktur keluarga broken home yang tidak sehat, bisa berdampak buruk pada perkembangan kesehatan mental anak. 1. Masalah emosional Perpisahan orangtua tentu menyisakan luka yang mendalam pada anak. Apalagi jika anak sudah memasuki usia sekolah atau bahkan remaja. Berdasarkan penelitian World Psychiatry, perpisahan orangtua berisiko mengganggu kesehatan mental anak dan remaja. Masa awal perceraian bisa memicu depresi dan rasa cemas pada anak-anak dan remaja. Tak hanya itu, anak-anak juga lebih rentan mengalami stres dan depresi, yang merupakan keadaan emosional jangka panjang. Di sisi lain, beberapa anak yang sudah beranjak dewasa mungkin menunjukkan reaksi emosional yang jauh lebih sedikit ketika menghadapi perpisahan orangtua. 2. Masalah pendidikan Masalah lain yang mungkin dialami anak yang broken home adalah menurunnya prestasi akademik. Sebenarnya, anak dengan orangtua yang berpisah tidak selalu memiliki masalah pada prestasi akademik. Namun, studi dari Proceeding of the National Academy of Sciences menunjukkan bahwa perceraian yang tidak anak duga bisa berpengaruh pada konsentrasi belajar. Meski begitu, tidak semua anak broken home mengalami hal yang sama. Ini karena berbagai masalah akademik dapat berasal dari sejumlah faktor. Termasuk lingkungan rumah yang tidak kondusif, sumber daya keuangan yang tidak memadai, dan rutinitas yang tidak konsisten. Alhasil, anak jadi malas belajar, sering bolos, atau membuat keributan di sekolah. 3. Masalah sosial Kondisi keluarga yang tidak utuh juga dapat memengaruhi hubungan sosial anak dengan lingkungan sekitarnya. Akibat perceraian atau peran orangtua yang hilang, sebagian anak akan melepaskan rasa kegelisahan mereka dengan bertindak agresif. Tindakan agresif yang bisa anak lakukan adalah perilaku bullying (perundungan). Jika orangtua membiarkannya, hal ini dapat memengaruhi hubungan anak dengan teman sebayanya. 4. Rasa cemas berlebih Masalah lainnya yang juga sering dialami anak broken home adalah munculnya rasa cemas berlebih. Psikolog bernama Carl Pickhardt menjelaskan bahwa anak broken home akan memiliki sikap sinis dan rasa tidak percaya terhadap sebuah hubungan. Rasa tidak percaya diri tersebut bisa timbul pada orangtua atau pasangannya kelak. Kecemasan ini dapat membuat mereka sulit untuk melakukan interaksi sosial yang positif dan terlibat dalam kegiatan apa pun yang sifatnya berkelomp0k. 5. Perubahan peran anak Perpisahan atau peran orangtua yang tidak optimal, membuat anak-anak mengalami perubahan peran saat usia muda. Mereka perlu melakukan beberapa tugas rumah tangga dan mengambil peran tambahan dalam fungsi dasar rumah tangga yang baru. Selain itu, pada beberapa keluarga yang bercerai, anak sulung sering mengambil peran orangtua bagi adik-adiknya. Entah karena kesibukan orangtua untuk bekerja atau karena orangtua memang tidak bisa selalu hadir di sisi mereka seperti sebelum terjadinya perceraian. American Sociological Association menerbitkan penelitian bahwa efek perceraian tidak hanya anak rasakan saat itu. Efek dari perceraian orangtua juga bisa bertahan lama dalam jangka waktu yang panjang, sekitar 12-22 tahun setelah perpisahan. Kebanyakan dari mereka akan menampilkan tekanan emosional yang tinggi dan masalah perilaku. Tak jarang, banyak dari mereka yang sampai membutuhkan bantuan psikologis untuk membantu mengontrol emosinya sendiri.
previous post
Jadi Mahasiswa Aktif : Tips Sukses di Perkuliahan