Pernahkah kamu melihat atraksi arak – arakan kuda yang menari sambil diiringi musik tradisional? Di Sulawesi Selatan, tepatnya daerah pesisir Ujung Lero, Kabupaten Pinrang, tradisi ini rutin dilaksanakan setiap Rabiul Awal hingga Rabiul Akhir untuk merayakan Maulid Nabi Muhammad SAW. Tradisi masyarakat Mandar yang turut dibawa ketika mereka bermigrasi ke tanah Bugis ini mencerminkan kuatnya pengaruh Islam yang berpadu harmonis dengan kekayaan budaya lokal. Bagaimana proses dan apa saja cerita dibalik tradisi ini? Ayo cari tahu biar selangkah lebih maju!
Apa itu Nyareng Pattuddu?
Nyareng Pattuddu sejatinya terdiri dari dua kata, yakni nyareng yang berarti Kuda dan Pattuddu yang artinya menari. di daerah Mandar, tradisi Nyareng Pattuudu juga dikenal dengan sebutan Sayyang Pattuddu yang bermakna kuda menari. kegiatan ini kerap dilakukan untuk syukuran ketika ada acara khataman Qur’an Massal, dimana kuda yang telah dihiasi dengan sedemikian rupa akan ditunggangi oleh anak – anak yang baru khatam Al – Quran, biasanyta terdiri atas satu hingga dua anak untuk satu kuda, yang kemudian akan berkeliling kampung dan diiriingi musik baik itu rebana maupun syair khas suku mandar.
Tradisi ini telah terlaksana sejak awal masuknya islam pada masa pemerintahan raja keempat kerajaan Balanipa, yakni pada saat masa kepemerintahan Daengta Tommunae di wilayah Sulawesi Barat – meskipun saat itu tradisi ini hanya dilaksanakan oleh para bangsawan saja. Dulunya Kuda di Mandar terkenal sebagai alat kendaraan yang paling mewah, sehingga jika para bangsawan ingin menunggangi kuda, muncullah sebuah adat kebangsawanan dimana pengawal akan mengangkat mereka ke punggung kuda. Seiring perkembangan zaman, tradisi Nyareng Pattuddu ini pun diadakan sebagai motivasi bagi anak – anak untuk segera menamatkan bacaan Al – Qur’an-nya. Sebagai hadiah bagi anak – anak yang berhasil menamatkan Al – Qur’an, mereka akan dijanjikan untuk diarak keliling kampung sambil menunggangi kuda yang telah dihias sedemikian rupa dengan diiringi musik tabuhan rebana dan untaian pantun khas Mandar. Hal ini dianggap sebagai bentuk apresiasi tinggi bagi anak – anak tersebut, juga sebagai motivasi untuk anak – anak lainnya yang masih sementara dalam proses menamatkan bacaan Al – Qur’annya.
?
Proses pelaksanaan nyareng Patuddu.
Tradisi ini biasanya dilaksanakan bertepatan pada bulan maulid Nabi Muhammad SAW. Sebelumnya akan dibentuk sebuah panitia yang secara khusus akan mempersiapkan pelaksanaan dari nyareng Pattuddu ini, mulai dari kapan acara ini akan dilaksanakan, siapa saja yang akan hadir dan diundang. Adapun hal yang dibutuhkan seperti kuda pattuddu sebagai unsur utama dalam acara ini yang tentu telah dihias sebelumnya, Al – Qu’an yang akan disediakan oleh panitia, Passarung atau pendamping laki laki, serta La’lang atau payung yang sudah dihiasi sedemikian rupa lengkap dengan pembawa sarungnya. Selain itu, tentu saja setiap satu Nyareng Pattudu akan diiringi oleh arak – arakan kelompok rebana untuk memeriahkan acara tersebut. Karena bertepatan dengan perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW, maka masyarakat juga akan menyiapkan Sokko’ atau nasi ketan, telur serta makanan khas dari daerah Mandar. Sehingga selain menyaksikan arak – arakan kuda menari, para pengunjung menjadikan acara ini sebagai ajang untuk bersilaturahmi dengan sanak saudara mereka.
Sebelum pelaksanaan tradisi ini, terlebih dahulu akan dilaksanakan acara maulid di mesjid, dimana anak – anak yang teah mengkhatamkan Al – Qur’annya akan membacakan Al – Qur’an di depan imam secara bergiliran. Setelah membacakan Al – Quran, selanjutnya dilaksanakan doa bersama untuk kemudian anak – anak terrsebut akan diarak keliling kampung dengan kudanya masing – masing.
Makna tradisi Nyareng Pattuddu.
Dalam pelaksanaan tradisi nyareng pattuddu ini, terdapat banyak makna filosfis yang melekat dalam setiap sesinya. Yang pertama adalah bentuk rasa syukur atas nikmat yang telah diberikan oleh Tuhan, dan rasa syukur karena tela berhasil menamatkan Al – Qur’an yang merupakan pedoman bagi umat islam. dari segi pendidikan, tradisi ini memberikan motivas bagi anak – anak untuk rajin belajar mengaji, selain itu hal ini juga memberikan pengalaman langsung terhadap bentuk penghargaan atas ilmu agama dan budaya. Dari sudut pandang sosial, pelaksanaan yang melibatkan masyarakat luas ini menjadi wadah dan sarana silaturahmi dan gotong royong, sekaligus merepresentasikan identitas budaya Mnadar yang tercermin dalam pakaian adat yang dikenakan maupun hiasan kuda dan syair – syairnya.
Nyareng Pattuddu atau Sayyang Pattuddu sejatinya adalah budaya milik suku Mandar di Sulawesi Barat. Namun sebagai bentuk penghargaan atas budaya, maka masyarakat Mandar yang ada di Kabupaten Pinrang pun turut melaksanakan kegiatan ini. kamu dapat menyaksikannya di Desa Ujung Lero, Kecamatan Suppa, Kabupaten Pinrang, Sulawesi Selatan yang diiadakan setiap tahun antara bulan Rabiul Awal hingga Rabiul Akhir. Selain menikmati tradisi, kamu akan disuguhkan dengan pemandangan pantai yang indah selama perjalananmu menuju desa Ujung Lero.
Sebagai mana masyarakat Lero yang terus menjaga tradisi leluhurnya, kamu sebagai generasi muda juga harus berperan aktif dalam melestarikan budaya ditengah banyaknya transformasi era globalisasi. Sebab sebagai anak bangsa, budaya adalah identitas kita semua.
Ayo terus membaca, untuk selangkah lebih maju!