Culture Shock di Makassar?

 

 

Kalau disuruh buat tulisan tentang perjalanan pendidikan aku dari SMA sampai akhirnya bisa kenal UNIFA, rasanya lumayan susah, hahaha. Banyak banget momen luar biasa yang gak bisa aku kontrol. Ada rasa capek, takut, senang, sedih, kecewa, bangga semuanya campur aduk, deh! Kalau boleh jujur, kenal sama universitas Fajar itu adalah ketidaksengajaan yang, mmm, berbuah manis? 

Waktu sudah di kelas 3 SMA, sama seperti teman-teman yang lain, aku juga mulai dipusingkan dengan pilihan yang rumit untuk ke depannya. Bisa kuliah di luar kota dengan beasiswa itu suatu hal yang keren, bukan? Siapa sih yang gak mau. Setelah tau ada beasiswa yang menanggung biaya kuliah sampai lulus aku tertarik dan pengen banget dapetin beasiswa itu, pertama aku mau ngucapin terima kasih banyak kepada Surya Edukasi Bangsa Foundation yang sudah ngadain kompetisi beasiswa OSC (online scholarship competition) karena dengan adanya program ini aku bisa kuliah tanpa memikirkan biaya dan bisa kenal UNIFA sekarang.

Perkenalkan nama aku Agnes Aprianti aku adalah mahasiswa Universitas Fajar Makassar, prodi Ilmu Komunikasi fakultas ekonomi dan ilmu sosial. Aku berkuliah di Makassar tetapi aku bukan asli orang Makassar, ya, aku adalah anak rantau. Asal aku dari Kalimantan Tengah yang ber-Ibu kota kan Palangka Raya, aku lahir dan besar di tanah Dayak. Kalian pasti bingung kenapa aku jauh banget merantaunya dari Kalimantan ke Sulawesi? Kalau kalian tanya kenapa, aku juga bingung mau jawabnya gimana, tapi yang pasti aku ada di sini semua karena rencana Tuhan, aku percaya Tuhan bawa aku sejauh ini bukan karena kebetulan tetapi memang sudah Tuhan atur semua alur hidup aku di sini kedepannya bakal kayak gimana nanti, lebih spesifiknya wishlist aku dapat beasiswa dan bisa kuliah di pulau Jawa tapi setelah aku dapat beasiswa ini, yang aku rencanain tidak sepenuhnya dikehendaki, Tuhan mengabulkan doa aku dapat beasiswa tapi tidak dengan kuliah di Jawa. Aku bukannya tidak bersyukur ya, aku bersyukur banget bisa dapat beasiswa dan kuliah di luar provinsi, bahkan diluar pulau. 

Mari mulai isi cerita ini dengan masa SMA ku, jujur aja pas SMA aku gak terlalu banyak meninggalkan moment epik dengan teman-teman ku karena adanya pandemi covid19. Singkatnya saat kelas 12 aku sudah bisa sekolah offline tapi gak sepenuhnya karena pandemi pada saat itu masih ada dan terbatas sekali aktivitas belajar mengajar dan berinteraksi dengan teman, nah dimulai dari semester baru aku menjalankan misi mencari beasiswa, awalnya masih belum kepikiran beasiswa seperti apa yang aku butuhkan, tapi pas sudah bertemu dengan beasiswa OSC, aku rasa beasiswa ini tepat untuk ku ambil dan perjuangin. Mendaftar lalu menjalani tahap-tahap seleksi, puji Tuhan karena Allah mampukan aku bisa lalui semua situasi tersebut bebarengan lulus SMA dengan nilai yang baik dan juga dipertanggung jawabkan untuk mendapat beasiswa ini suatu kebanggaan yang sangat luar biasa banget dalam hidup aku, bersyukur banget aku lulus sekolah bisa langsung kuliah. Lanjut sampai waktunya nyiapin diri berangkat ke Makassar yang notabennya beda pulau dan ini pertama kali aku pergi keluar kota, pertama kali aku melakukan perjalanan sejauh-jauhnya, pertama kali aku naik pesawat juga, dan sampai lah di kota ini, kota Makassar untuk menempuh pendidikan sarjana. Semua yang terjadi diluar dugaan dan kemampuan aku, it was amazing Grace in my life.

Seperti yang aku bilang tadi sebelumnya aku belum pernah sekalipun ke luar provinsi, mau itu sekedar liburan atau jalan-jalan ke luar kota. Jadi Makassar adalah kota kedua yang aku pijak setelah Palangka Raya. Rasanya hidup merantau jauh dari orang tua agak sulit dan gak enak bagi aku, apalagi aku anak tunggal, sulit waktu pertama kali sendiri benar-benar sendiri dikota orang, banyak overthinking menyerang, belum lagi rindu dengan orang tua, sangat berat tapi puji Tuhan ternyata aku bisa. Sulawesi dan Kalimantan memiliki perbedaan yang kontras, ini juga jadi keadaan yang harus aku hadapi pas awal-awal bahkan sampai sekarang dimulai dari gaya hidup, budaya, bahasa dan banyak lagi, dan juga sangat jauh karena beda pulau, dalam segi waktu juga berbeda 1 jam. Tapi semua itu bukan hal yang berat untuk dijalani karena aku berusaha beradapatasi dan puji Tuhan aku bisa, aku dapat lingkungan dan petemanan yang baik, di lingkungan kampus juga sangat baik, aku bertemu dengan orang-orang baik yang mau nerima terus bantu aku mengenal sedikit demi sedikit tentang hal yang ada di Makassar bahkan satu Sulawesi. Nah membahas tentang pertemanan, sebelum datang ke kota ini aku sudah dapat teman lewat media sosial,karena sesama anak OSC ada grup chat dan merekalah teman pertamaku. Adapun di kelas puji syukur dapat teman yang baik semua walaupun kami berasal dari asal, suku, budaya yang berbeda kami mampu menjalin pertemanan yang baik dan bisa akrab satu sama lain. Dalam organisasi puji Tuhan dilancarkan segala kegiatan, memang belum lama masuk organisasi tapi sudah banyak pengalaman yang berkesan dari kegiatan organisasi yang kuikuti.

Berbicara mengenai suku budaya, wah! Luar biasa sekali.  Sebagai anak rantau aku benar-benar merasakan apa itu culture shock. Jarak antara Kalimantan dan Sulawesi saja sudah jauh satu sama lain yang mana hal ini mengiyakan perbedaan-perbedaan di dalamnya. Suku yang signifikan jumlahnya di kota Makassar seperti suku Makassar, Bugis, Toraja, Mandar, Buton dan lainnya tentu berbeda dengan suku-suku di Kalimantan, dalam konteks ini suku yang aku miliki, suku Dayak. Contoh nyatanya, seperti yang aku sudah jelaskan sedikit di awal dalam upacara pernikahan. Dari yang aku pelajari selama menimba ilmu di bangku sekolah dan juga pengetahuan yang aku dapat sedari aku tinggal disini adalah saat upacara adat dalam rangka pernikahan masyarakat suku Bugis khususnya pihak pria menyediakan uang panai untuk meminang calon istrinya. Hal semacam ini sangat unik buat aku karena di dalam tradisi suku Dayak tidak ada hal yang demikian. Tetapi, jika disuruh untuk mencari persamaannya, masyarakat Dayak (pihak pengantin laki-laki) juga memberikan sesuatu pada pihak perempuan. Masyarakat Dayak umumnya menyebutkannya dengan Petak Palaku, atau tanah yang kemudian akan menjadi hak milik mampelai perempuan.

Lanjut, awal-awal aku datang ke Makassar tentu ada culture shock yang aku alamin, contohnya disini kan aku tinggal di daerah pemukiman, suatu hari itu ada acara pernikahan, tentu acara pernikahan ini sebagai mestinya ada acara dan ramai. Tetapi 2 minggu sebelum H pernikahan tersebut terlaksana rumah dari mempelai pengantin sudah sangat ramai sekali dan setiap hari dari pagi sampai malam tidak berhenti memutar musik berhenti ketika sedang adzan saja, disaat itu aku bingung ada apa dan kenapa setiap hari menyetel musik dan berkaraoke sampai dini hari, belum lagi volume yang diatur sangat keras sehingga saya terngganggu dan kesal, aku gak tau apakah hanya aku yang terganggu karena tidak biasa atau orang lain juga sama. Tapi setelah aku tahu ada acara pernikahan dan seperti ini adat budayanya, aku jadi paham ternyata begitu rangkaian acara sebelum hari H. Selanjutnya bahasa dan logat, gak begitu kaget sih, sebelumnya sedikit tau tentang logatnya karena dulu di Kalimantan punya tetangga orang Makassar, tapi tetap aja aku kesulitan untuk paham  karena kental sekali logat teman-teman disini, lalu bicaranya campur menggunakan bahasa Makassar. Tapi sekarang semua aman, aku sudah mulai paham sedikit bahasa Makassar lalu logat nya juga sudah mulai ada, bahasa Makassar menurutku unik banget walaupun sulit dipahami tapi asik dipelajari. 

Contoh lain yang juga unik dan baru buat aku yaitu penggunaan jeruk nipis pada makanan. Memang jeruk nipis bukanlah hal yang asing jika disandingkan dengan makanan, tetapi yang ingin aku garisbawahi adalah orang-orang Makassar ternyata selalu menambahkan perasan jeruk nipis ke dalam makanannya. Baik itu makanan berat ataupun tidak. Entah itu nasi padang, nasi goreng, nasi kuning, ayam geprek dan lainnya. Dari yang aku amati masyarakat sekitar selalu menambahkan jeruk nipis di dalam makanannya. Berbeda pula dengan masyarakat di Kalimantan yang selalu menyertakan cabai di dalam makanannya. Makanan tradisional masyarakat terkenal dengan sebutan 'kandas' atau makanan yang dihancurkan dengan ulekan lalu diberikan cabai. Selain makanan pedasnya, makanan pahit pun turut menjadi makanan yang di gemari masyarakat lokal. Hal ini juga dipengaruhi oleh faktor sayur hutan yang melimpah di Kalimantan.

Hal lain yang juga tidak kalah menarik adalah pantai. Sebagai masyarakat asli Kalimantan Tengah, aku tidak merasakan secara langsung apa yang dimaksud dengan pantai, hal ini juga seturut dengan faktor geografi tempat tinggalku. Alih-alih pantai, aku lebih akrab dengan sungai. Ketika berbicara tentang Kalimantan dan sungai maka sulit bagi kita untuk menemukan ujungnya. Kalimantan terkenal akan ribuan sungainya yang besar nan panjang. Hingga ketika aku pindah ke Makassar, aku pun menjadi lebih dekat dengan pantai. Pantai yang ada disini sangat banyak dan cantik. Sehingga aku yang sebelumnya tidak biasa dengan pantai menjadi sangat menyukai pantai terlebih biasanya aku hanya bisa melihat pantai dari balik layar kaca atapun sosial media. Namun sekarang aku dapat menikmati pantai secara langsung.

Berikutnya keadaan macet. Untuk diketahui bersama bahwa kota asalku, kota Palangkaraya merupakan kota terbesar di Indonesia jika diukur berdasarkan luas wilayahnya. Luas wilayahnya sendiri mencapai 2.853,52 kilometer persegi tetapi jumlah kepadatan penduduknya masih rendah. Sehingga hal ini menyebabkan kondisi jalanan kota jarang sekali mengalami yang namanya kemacetan. Hingga ketika aku pindah ke Makassar,  aku menemukan dan merasakan langsung apa itu kemacetan. Kota Makassar ternyata merupakan kota yang sangat ramai jika dibandingkan dengan kota asalku Palangkaraya. Hal ini pun turut menjadi hal baru yang perlu aku biasakan di kota ini.

Untuk perjalanan masa depan yang aku impikan sebenarnya cukup sederhana. Untuk sekarang aku ingin fokus dalam perkuliahan, bisa mengembangkan diri dengan sebaik mungkin, bisa berguna bagi kampus dan orang-orang sekitar, juga pastinya membanggakan orang tua. Aku ingin bisa lulus kuliah tepat waktu dan kemudian lanjut mengambil S2 dengan beasiswa kembali seperti yang aku lakukan di perkuliahan S1 ini. Aku juga berkeinginan untuk bekerja selama masa pendidikan S2. 

Mengenai masa depan impian, aku rasa menjadi pribadi yang terpelajar dan memiliki pekerjaan yang baik merupakan impian dari semua orang. Aku ingin bekerja di tempat yang cocok dan linier dengan diriku dan jurusan yang aku ambil semasa kuliah agar ilmu-ilmu yang aku dapatkan di bangku perkuliahan dapat aku realisasikan semaksimal mungkin di dunia kerja. Selain membahagiakan diri tentunya sebagai anak satu-satunya di dalam keluarga aku ingin sekali membahagiakan kedua orang tua. Aku ingin kesuksesan yang aku miliki dapat turut mereka rasakan juga di hari-hari tua mereka. 

 

Mau tau cerita lebih lanjut tentang perjalanan aku selama jadi anak rantau di Pulau Celebes? Kamu bisa mampir ke Blog pribadiku @agnesaprianti2.blogspot.com

 

 

 

 

  533 Views    Likes  

Cara Menentukan Passion

previous post

Struggles of Freshmen: Tantangan yang Dihadapi Mahasiswa Semester Awal
Cara Menentukan Passion

next post

Cara Menentukan Passion

related posts