Ekspresi Itu
Di sisi jalan yang lengang Rina bersepeda dengan hati-hati, tiba-tiba gemuruh petir menggelegar sekilas, dan dia kehilangan keseimbangan lalu terjatuh dari sepeda karena terkejut. Seseorang yang menemaninya bersepeda hanya melihatnya kemudian tertawa tanpa sedikitpun berusaha menolong. Orang itu tertawa dengan bangga ketika melihat Rina terjatuh seperti suster ngesot. Melihat ekspresinya saja sontak membuat Rina menangis tersedu-sedu. Tiba-tiba semuanya gelap, ternyata cuma mimpi. Dia terbangun dari tidurnya dengan sesenggukan menangis, air mata dari mimpi itu masih saja mengalir bahkan saat dia terbangun dari tidurnya. Rina menangisinya untuk waktu yang cukup lama tanpa beranjak dari tempat tidur, hanya duduk menelungkup berusaha menahan suara agar tak terdengar siapapun. Tangisan yang tak terbayangkan sebelumnya untuk seseorang yang dia sendiri tak ingin menangis untuknya ataupun merindukannya.
Ekspresi tawa orang itu terlihat sangat lepas tanpa beban. Sudah lama Rina tak melihat ekspresi sebahagia itu. untuk sejenak Dia merasa teduh, dan senang namun juga sedih secara bersamaan sampai air mata pun tak sanggup menahannya. Perasaan yang campur aduk itu sangat membebani hatinya namun tak ada yang bisa dia lakukan selain menangis. Sudah lama dia berusaha menepis semua kenangan tentang orang itu dengan melakukan berbagai kesibukan dan dia berhasil melupakannya, namun hal itu tidak bertahan lama, alam bawah sadarnya tidak bisa mengelak bahwa dia sangat merindukannya. Dan hari itu Rina benar-benar pasrah dengan dirinya, rasa rindu yang selalu dia pendam akhirnya tumpah tak terbendung, dia menyadari kerinduan itu sangat amatlah dalam hanya karena ekspresi tawa dalam mimpi itu.
Seseorang dalam mimpi itu adalah ayah Rina. Sudah lama sejak kepergian ayahnya, Rina selalu berusaha untuk tetap kuat dan tabah menerima kenyataan pahit dalam hidupnya dan keluarganya. Tiga tahun berlalu adalah waktu yang tidak mudah baginya, dengan modal nasihat ayahnya lah dia bisa menjalani kehidupan tanpa kehadiran sosok ayah. Ketika kenangan bersama ayahnya perlahan memudar bahkan bayangan wajahnya pun mulai menghilang, hanya sebuah nasihat yang tak pernah dia hiraukan ternyata menjadi hal terakhir yang bisa dia ingat tentang ayahnya.
“Nak, selalu doakan bapak dan ibumu, sedurhaka apapun bapakmu ini aku tetaplah bapakmu dan kamu tetap putri kecilku. Tetap rendah hati, terima kenyataan, dan harus percaya diri. Dan ingat jangan pacaran dulu! Jaga diri baik-baik dan belajar kuat soalnya kamu itu cengeng.”
Nasihat itu dia dengar dalam perjalanan pulang dari rumah nenek sambil menunggu pesanan martabak terang bulan yang mereka beli di pinggir jalan. Nasihat yang membuatnya paham bahwa sekuat apapun kita menghindar dari kenyataan, takdir tetaplah datang bagaimanapun caranya.
previous post
Jadi Mahasiswa Aktif : Tips Sukses di Perkuliahan