Fenomena ‘Zoom Dysmorphia’, Apa Kamu Salah Satu yang Terdampak?

Pandemi telah mendorong publik beramai-ramai memanfaatkan media konverensi video, seperti Zoom, selama tahun 2020 dan 2021 demi tetap terhubung dengan pendidikan maupun pekerjaan. Salah satu fenomena menarik sekaligus berbahaya dari proses ini adalah “Zoom Dysmorphia” atau Dismorfik Zoom. Berbulan-bulan mengadakan pertemuan jarak jauh membuat orang semakin sering melihat wajah mereka sendiri di layar ponsel atau komputer, sehingga berdampak pada semakin terpakunya orang pada kekurangan fisik yang terlihat di mata mereka.

Adalah Shadi Kourosh, seorang dermatologis asal Massachusetts, yang menemukan istilah tersebut setelah kliniknya memperoleh lonjakan tinggi untuk konsultasi prosedur kosmetik, seperti Botox, filler injeksi, laser resurfacing wajah, serta chemical peels. Temuannya ini dipublikasikan dalam artikel jurnal berjudul “A Pandemic of Dysmorphia: “Zooming” into the Perception of Our Appearance” yang terbit pada November 2020. Bahkan meski dengan mulai banyaknya diberlakukan interaksi langsung dalam masyarakat, konsultasi mengenai prosedur kosmetik ini tidak juga menurun.

Dalam studi lanjutan berikutnya, Kourosh dan timnya menemukan bahwa 71% dari responden merasakan kekhawatiran untuk kembali pada rutinitas tatap muka langsung, dan 3 dari 10 telah berencana untuk menginvestasikan penampilan mereka. Meski bukan berarti semua mengarah pada aplikasi Zoom sebagai akar masalah, sangat jelas bahwa era konferensi video telah membuka kotak insekuritas fisik Pandora.

Mengapa Zoom Dysmorphia Terjadi?

Dalam ilmu Psikologi, lama waktu yang dihabiskan di depan cermin berdampak pada insekuritas yang meningkat. Kourosh pun menyatakan bahwa melihat diri sendiri di layar ponsel atau komputer cenderung terasa seperti melihat funhouse mirror dibandingkan realita sebenarnya. Kalian tahu apa itu funhouse mirror, atau disebut juga cermin menyimpang atau cermin karnaval? Seperti inilah funhouse mirror itu.

Menggunakan kamera dengan dengan posisi wajah dalam jarak dekat, ternyata dapat mendistorsi pantulan penampilan seseorang; seperti membuat mata terlihat jauh lebih kecil, hidung terlihat lebih besar, atau adanya kerutan jelas di sekitar mata. Orang mengira itulah refleksi sebenarnya dari diri mereka, padahal bukan. Faktor seperti angle dan seberapa dekat wajah seseorang dengan kameralah yang menentukan bagaimana ia terlihat di layar.

Fenomena dismorfik bukanlah hal baru dalam masyarakat. Sebelumnya, para dokter dalam bidang prosedur kosmetik sudah terbiasa dengan kasus “Dismorfik Badan” sebagai akibat dari “tampak sempurnanya” foto selebritas atau filter media sosial. Namun kini, kebanyakan orang telah menyadari bahwa filter di media sosial bukanlah realita sesungguhnya, sehingga kasus Dismorfik Badan dapat diupayakan solusinya. Sedangkan, kasus Zoom Dysmorphia lebih berbahaya karena tidak banyak orang menyadari bahwa panggilan video dapat menyebabkan distorsi. Jenis insekuritas ini juga berdampak pada masyarakat secara lebih luas— karena tidak semua orang memainkan Snapchat atau Instagram, namun hampir semua orang yang bekerja dari rumah selama pandemi harus menggunakan konferensi video.

Kita juga dapat mengatakan bahwa, konferensi video telah memperparah Dismorfik Badan yang sebelumnya telah ada. Katakanlah seorang penderita Dismorfik Badan sudah berusaha sembuh dengan berhenti bercermin sesering mungkin, namun keharusan untuk bekerja dari rumah telah memaksanya untuk “tetap bercermin” sepanjang hari.

Terlebih dengan adanya lockdown yang semakin memperparah isu self-image ini. Di samping terpaksa melihat pantulan diri sendiri dalam panggilan konferensi video, orang-orang ini hidup dalam isolasi dan menghabiskan waktu luang mereka untuk melihat image orang lain yang juga terdistorsi di media sosial. Dampak terburuknya? Isu kesehatan mental yang semakin menguat akibat pandemi.

Referensi

Abramson, A. (2021). From a pandemic to plastic surgery: how Covid changed the way we see our faces. The Guardian.

Elan, P. (2021). ‘I believe it’s a mental health issue’: the rise of Zoom dysmorphia. The Guardian.

Rocklin, N. (2021). What Is "Zoom Dysmorphia" and Why Does It Hurt So Much?. Psychology Today.

Referensi Gambar

Pinterest. https://id.pinterest.com/pin/825495806705295612/

Canva Pro

  34 Views    Likes  

SOFT SKILL YANG HARUS KAMU MILIKI!!!

previous post

Jadi Mahasiswa Aktif : Tips Sukses di Perkuliahan
SOFT SKILL YANG HARUS KAMU MILIKI!!!

next post

SOFT SKILL YANG HARUS KAMU MILIKI!!!

related posts