Generasi muda patut menjadi percobaan untuk menerapkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan bahkan pergaulannya sehari-hari. Hal tersebut teradi karena hilangnya moral generasi muda ini membawa perubahan signifikan terhadap nilai-nilai bangsa Indonesia yang menjunjung tinggi nilai persatuan Indonesia. Banyak anak muda yang salah kaprah soal urusan toleransi dalam beragama. Mereka sampai ikut beribadah menurut kepercayaan agama lain dan mengatasnamakan itu sebagai toleransi. Di sisi lain, banyak anak muda yang saling mengejek agamanya sehingga menimbulkan perdebatan di media sosial. Para anak muda ini belum menerapkan nilai yang terkandung pada sila pertama, yaitu ketuhanan yang Maha Esa. Mereka hanya percaya bahwa agama yang dianutnya merupakan agama satu-satunya yang benar sehingga rasa toleransinya berkurang.
Hal yang bisa kita lakukan untuk mengurangi perdebatan di media sosial tentang agama adalah menanamkan dalam hati dan pikiran kita bahwa semua agama di Indonesia ini sejatinya adalah benar menurut kepercayaannya masing-masing. Tidak akan ada merasa saling menyalahkan atau merasa paling benar jika tak ada yang memulai mencari kesalahan orang dalam menjalankan syariat agamanya masing-masing.
Kemudian, sesama generasi muda harusnya saling menjaga satu sama lain karena seluruh bangsa Indonesia memiliki derajat yang sama. Namun, kenyataannya masih banyak pemuda yang justru saling menjatuhkan satu sama lain. Misalnya, merasa paling senior di kampus lalu memperlakukan adik tingkatnya dengan kurang adil. Kata “Kemanusiaan dan “Beradab” menjadi sorotan utama dalam mewujudkan nilai Pancasila sila kedua, yaitu Kemanusiaan yang Adil dan beradab. Setiap manusia harus berlaku adil agar beradab. Jika poin ini merujuk pada sistem hukum di Indonesia, tentu sudah tidak asing lagi dengan istilah “Hukum di Indonesia belum adil”. Mengapa demikian? kembali lagi karena generasi mudanya sedikit andil dalam bangku Pemerintahan. Dan jika ada, para pejabat di kursi DPR tentu akan menguasai hingga terpengaruh untuk mengikuti kebiasaan-kebiasaan yang tidak baik dalam menjalankan tugasnya sebagai Dewan Perwakilan Rakyat. Sebaiknya, kita, para milenial bekerja sama untuk membangun bangsa Indonesia menuju kehidupan yang damai.
Beralih dari politik. Sebagai generasi muda tentunya memiliki sikap egois dalam menentukan sebuah pilihan atau mengambil keputusan. Biasanya, mereka akan menimbang keputusan yang akan menguntungkan bagi dirinya sendiri dan bersifat dalam jangka pendek. Mereka lupa adanya nilai yang terkandung dalam sila ketiga, persatuan Indonesia yang seharusnya mengutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi. Coba saja jika kaum milenial memiliki relasi yang luas. Mereka akan terbiasa untuk mengambil keputusan yang tidak terkesan sepihak dan tergesa-gesa. Dari jangkauan relasi tersebut, pemuda bisa mendapatkan solusi atas permasalahan yang dihadapi bangsa ini dari berbagai perspektif.
Selanjutnya, Kegiatan tersebut akan berlanjut dengan musyawarah mufakat. Sebagaimana bunyi sila keempat “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan”. Sejenak kita lihat keadaan anak muda sekarang, lantaran serba daring, semuanya terlihat seperti manusia individualisme. Di sisi lain, terdapat pemuda yang masih bisa kita temui untuk mau bermusyawarah dan ikut berkecimpung dalam urusan mengabdi kepada Desanya. Contohnya, ikut dalam Organisasi Karang Taruna. Di situ, kita akan banyak mengisi waktu kita untuk kemajuan Desa dan otomatis juga akan merambah ke kepentingan bangsa Indonesia.
Bila seorang warga negara harus menyeimbangkan antara hak dan kewajiban diri, serta orang lain, maka sama saja dengan pemuda. Haknya untuk berargument tentang dunia Pemerintahan juga ada. Oleh karena itu, tak ada yang salah apabila mahasiswa ikut turun tangan dalam menyalurkan aspirasi rakyat kepada Pemerintah. Namun, jangan sampai melupakan kewajibannya sebagai pelajar. Tak melulu soal berpolitik, juga harus mengingat bahwa bangsa Indonesia membutuhkan pemikiran yang kritis terhadap persoalan Negara ini dan itu bisa terwujud dengan giat berliterasi dan bisa membawa perubahan terhadap orang lain.
Jika kelima asas Pancasila dapat diterapkan dalam kehidupan generasi muda, baik dalam lingkup tempat tinggal, kampus, maupun Pemerintahan tentu membuat warga Negara Indonesia semakin optimis untuk membangun kehidupan bangsa Indonesia yang jauh lebih baik. Perlahan tapi pasti, kehidupan Negara ini akan kembali kepada nilai-nilai yang terkandung di dalam Pancasila. Dengan begitu, Pancasila tidak hanya dihafal, tetapi dapat diimplementasikan ke dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Tak hanya soal semarak peringatan hari lahirnya Pancasila, tetapi juga perlu membumikan nilai-nilai Pancasila. Mulai dari usia dini, milenial, hingga seluruh warga Indonesia secara bergotong royong, bekerja sama agar Negara kita tak kehilangan identitasnya. Tujuh puluh enam tahun Pancasila lahir, sudah saatnya bergerak ke arah yang terarah dengan memperbanyak tindakan daripada omongan.
previous post
Jadi Mahasiswa Aktif : Tips Sukses di Perkuliahan