Kamu Merasa Kesan Pertamamu Buruk? Hm, Mungkin Sebenarnya Tidak!

Pasti ada momen dimana kita bertemu seseorang untuk pertama kali, dan setelah itu kita jadi galau sendiri karena mengira kesan mereka terhadap kita buruk. Entah kita membosankan, atau ada sikap kita yang menyinggung.

Tahukah kamu, orang-orang yang puas dan percaya diri atas kesan pertama yang dilihat orang lain atasnya, termasuk kelompok minoritas. Berbagai studi menunjukkan bahwa pada umumnya orang memandang rendah mengenai kemampuan mengobrol dan kesan sosial yang mereka berikan. Padahal kenyataannya, dalam kebanyakan situasi, kita sering kali menjadi teman bicara yang jauh lebih menyenangkan daripada yang kita duga. Masalahnya adalah kita seringkali melupakan semua isyarat keramahan dari orang lain, sehingga mengakibatkan kita justru berpikir bahwa kita ini mengesalkan atau membosankan.

Jadi seolah-olah, kita mengingat percakapan yang sepenuhnya berbeda dari percakapan yang sebenarnya terjadi.

Ketidaksesuaian antara persepsi kita dengan apa opini sebenarnya dari orang lain terhadap kita, dikenal dengan sebutan “liking gap” atau ketimpangan rasa suka. Liking gap ini dapat berdampak negatif karena membatasi kemampuan kita untuk membentuk koneksi dalam kehidupan pribadi, hingga menghalangi hubungan saling menguntungkan yang penting dalam dunia perkuliahan atau pekerjaan.

Mengapa Liking Gap Terjadi?

Liking gap sederhananya hadir akibat intropeksi diri yang terlalu banyak. Kita terlalu sibuk mengkhawatirkan impresi yang kita berikan dan merasa bersalah atas setiap hal kecil yang mungkin salah kita ucapkan, sampai-sampai kita melewarkan segala sinyal positif dari lawan bicara. Misalnya kita tidak menyadari tawa tulus orang itu, atau senyum penyemangat, atau bahkan kehangatan di mata mereka.

Kecenderungan sikap seperti ini kemungkinan besar bermula sejak kita masih sangat muda, yaitu sekitar usia 5 tahun. Penelitian dari Wouter Wolf dan timnya dari Duke University, Amerika Serikat, menemukan bahwa anak usia 5 tahun sudah mulai memandang rendah kemungkinan bahwa kenalan baru mereka ingin menjadi teman mereka. Wolf menjelaskan, bahwa ketika manusia masih sangat muda, ia akan langsung berasumsi bahwa seseorang benar-benar suka padanya jika orang itu bersikap baik. Hal ini karena anak-anak yang masih muda tidak terlalu memiliki gagasan kesopanan. Namun ketika mereka tumbuh lebih dewasa, mereka mulai menyadari bahwa orang-orang bisa jadi menutupi kebosanan atau ketidaksukaan mereka. Hadir banyak ketidakpastian mengenai bagaimana menerjemahkan perilaku seseorang, sehingga manusia mulai menebak-nebak arti reaksi tersebut.

Bagaimana Mengatasi Liking Gap?

Ada banyak sekali studi yang menggambarkan liking gap antara seseorang dengan pengendara taksi, pelayan di rumah makan, ataupun pengunjung di taman. Secara general, kita cenderung membayangkan bahwa percakapan yang terjadi antara kita dengan orang lain akan menjadi lebih sulit daripada yang sebenarnya.

Latihan berulang kali adalah cara terbaik untuk meredakan kecemasan kita; semakin sering manusia berbicara pada orang asing, semakin kecil kekhawatiran mereka atas kemampuan bicaranya. Jika dalam beberapa pertemuan terjadi hal-hal yang sungguh memalukan dan tidak diinginkan, kita dapat menjadikan itu sebagai pembelajaran untuk diperbaiki di pertemuan berikutnya. Sedikit bentuk kesadaran diri adalah hal yang menyehatkan, karena tidak ada yang ingin meninggalkan kesan buruk untuk seorang kenalan. Masalahnya adalah banyak dari kita yang terlalu pesimis, dan penghakiman atas diri sendiri tersebut justru menghindarkan kita dari terhubung dengan mereka yang bisa jadi benar-benar mengapresiasi kita, meskipun sempat terjadi sedikit kecerobohan. Hal yang terpenting dan paling dasar adalah, dalam sebagian besar waktu tidak ada salahnya untuk kita bersikap santai terhadap diri sendiri. Peluangnya adalah kalian nyatanya jauh lebih disukai dibandingkan apa yang kalian pikirkan.

Referensi

Boothby, Erica J., Gus Cooney, Gillian M. Sandstrom, dan Margaret S. Clark. “The Liking gap in Conversations: Do People Like Us More Than We Think?” Psychological Science 29, no. 11 (November 2018): 1742–56. https://doi.org/10.1177/0956797618783714.

Mastroiannia, Adam M., Gus Cooney, Erica J. Boothby, Andrew G. Reece. “The liking gap in groups and teams” Organizational Behavior and Human Decision Processes 162, (Januari 2021): 109-122. https://doi.org/10.1016/j.obhdp.2020.10.013.

  Wolf, Wouter, Amanda Nafe, and Michael Tomasello. “The Development of the Liking gap: Children Older Than 5 Years Think That Partners Evaluate Them Less Positively Than They Evaluate Their Partners.” Psychological Science 32, no. 5 (May 2021): 789–98. https://doi.org/10.1177/0956797620980754.

Sandstrom, Gillian M., Erica J. Boothby. “Why do people avoid talking to strangers? A mini meta-analysis of predicted fears and actual experiences talking to a stranger” Self and Identity 20, No. 1 (September 2020): 47-71. https://doi.org/10.1080/15298868.2020.1816568.

Referensi Gambar

Pinterest. https://id.pinterest.com/pin/307581849558481887/

Pinterest. https://id.pinterest.com/pin/173107179403460729/

  28 Views    Likes  

Pendaftaran Program Kampus Mengajar Angkatan 8 sudah Dibuka!

previous post

Moralitas dan Etika Profesional dalam Menyongsong Generasi Pemimpin Masa Depan
Pendaftaran Program Kampus Mengajar Angkatan 8 sudah Dibuka!

next post

Pendaftaran Program Kampus Mengajar Angkatan 8 sudah Dibuka!

related posts