Hai! Pada kesempatan kali ini, saya akan membahas mengenai alat rumah tangga khususnya untuk memasak, yaitu tungku tanah liat atau yang di Jawa lebih familiar dengan sebutan anglo.
Manusia menggunakan kompor sebagai alat memasak, dimulai dengan adanya tungku api yang berkembang di China dan Jepang. Tungku api pertama ditemukan di China sekitar tahun 206 sebelum masehi. Tungku tersebut terbuat dari tanah liat, dan menggunakan kayu bakar sebagai bahan bakarnya. Di Jepang, tungku api disebut komando, berbentuk kotak persegi dengan bahan bakar kayu bakar atau batu bara. Komando berkembang dari tahun 3-6 masehi, hingga zaman kekaisaran Edo tahun 1603-1867 masehi.
Diantara kita pasti pernah mendengar istilah “pawon ngebul” atau “dapur ngebul”. Sebelum era kompor minyak atau kompor gas, bagian inti dari dapur atau yang bahasa Jawanya disebut “pawon” adalah tungku. Jaminan kelangsungan hidup ada pada tungku yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan pangan. Sedangkan pencaharian hidup yang dilakukan oleh anggota keluarga dimaksudkan untuk dapat menghidupkan tungku, membuat dapur agar menjadi "ngebul".
Maka munculah istilah "dapur ngebul". Tungku yang menyala mengepulkan asap yang membumbung tinggi menembus celah atap dan terlihat dari kejauhan menjadi pertanda kehidupan sedang berlangsung.
Anglo ini sendiri merupakan alat pembakaran berupa tungku yang berfungsi seperti kompor yang terbuat dari tanah liat. Bahan bakarnya biasanya arang yang diletakan pada bagian atas yang disebut sarangan dan tidak tertutup. Pada bagian bawah terdapat ruangan tempat abu sisa pembakarannya, sekaligus lubang masuknya udara agar api tetap stabil.
Penggunaan anglo saat memasak mempengaruhi aroma dan cita rasa masakan. Masakan yang dimasak menggunakan anglo memiliki aroma yang lebih khas dan rasa yang lebih nikmat karena terkena asap dari arang. Orang yang mengetahuinya pasti bisa membedakan mana masakan yang dimasak dengan kompor gas dan yang menggunakan anglo. Selain menambah aroma dan rasa menjadi lebih khas dan nikmat, harga bahan bakarnya juga lebih murah daripada gas elpiji. Untuk kekurangannya, anglo menimbulkan jelaga yang mengotori dapur, membutuhkan waktu lebih lama untuk memasak dan anglo juga bisa hancur jika tidak hati-hati.
Meskipun anglo masih diminati sebagian orang, tapi pengerajin anglo sudah semakin sedikit dan biasanya hanya dikerjakan oleh orang-orang tua yang masih kerabat. Nah, diantara kalian adakah yang tertarik untuk membuat dan melestarikan kerajinan anglo ini? Yuk kenali lebih dalam hal-hal tradisional di sekitar kita. Karena kalau bukan kita yang bangga dan melestarikan budaya dan kekhasan daerah kita, siapa lagi?
Referensi:
https://kitapastibisa.id/perkembangan-kompor-dari-masa-ke-masa/
https://www.jurnalmalang.com/2018/10/tungku-dapur-ngebul-petanda-hidup-bagi.html
previous post
Jadi Mahasiswa Aktif : Tips Sukses di Perkuliahan