Banjir dan tanah longsor tergolong ke dalam bencana fisik atau alam. Namun, alam bukan satu satunya faktor yang menyebabkan terjadinya bencana tersebut. Bencana banjir dan tanah longsor dapat dicegah dan diminimalisir dampaknya dengan cara merumuskan langkah preventif melalui serangkaian program dan kebijakan terkait penataan ruang berbasis mitigasi bencana. Kemudian yang masih menjadi pertanyaan bagaimana penerapan program dan kebijakan mitigasi bencana yang telah dicanangkan ini efektif mengatasi masalah bencana banjir dan tanah longsor yang masih sering terjadi?.
Fakta bahwa perencanaan ruang di Indonesia pada umumnya masih belum memprioritaskan rencana untuk mitigasi bencana menjadi masalah utamanya. Prioritas penataan ruang kota-kota di Indonesia lebih condong kepada pengembangan kawasan budidaya yang dinilai lebih menguntungkan dan bernilai ekonomi tinggi dibandingkan mempertahankan kawasan konservasi lindung. Sejalan dengan kecenderungan berpikir jangka pendek dengan mengabaikan kemungkinan dampak yang ditimbulkan di masa-masa yang akan datang. Contoh kasusnya ketika zona lindung seperti zona resapan air dan sempadan sungai diganggu secara terus-menerus hingga melebihi batas, pelanggaran atas pengembangan zona budidaya diatas zona lindung, kondisi tersebut dapat menjadi faktor penyebab munculnya bencana. Contoh diantaranya Kabupaten Bogor (Daerah Puncak) sebagai daerah hulu bagi Kota Jakarta. Perumusan dan implementasi perencanaan yang tidak sesuai disertai lemahnya monitoring rencana di Kabupaten Bogor (Daerah Puncak) tidak hanya meningkatkan potensi bencana tanah longsor di daerah hulu tetapi juga berdampak ke Kota Jakarta. Kota Jakarta menerima banyak limpasan air akibat maraknya alih fungsi lahan, perencanaan, dan pengelolan yang kurang baik dari daerah hulu.
Jika dilihat melalui sudut pandang evaluasi perencanaan, penyebab kejadian bencana diakibatkan karena terganggunya sistem dalam mencapai tujuan yang sudah ditetapkan. Terjadinya bencana dapat disebabkan karena adanya masalah pada masukan awal rencana (input) yaitu ketika data dan informasi yang digunakan untuk merumuskan rencana mitigasi bencana kurang akurat atau data tidak dapat benar-benar menggambarkan kondisi aktual lapangan sehingga output dari rencana tidak tepat sasaran. Ketidaksesuaian antara proses, nilai guna, dan umpan balik (feedback) terhadap tujuan juga dapat menjadi faktor penyebab. Contoh dari ketidaksesuaian pada saat pemanfaatan ruang yaitu pada pelanggaran izin lokasi, pelanggaran teknis pembangunan (KDB, KDH, KLB, KWT), perencanaan drainase yang kurang baik, dsb. Kemudian penyebab lainnya diantaranya kerena kurangnya kerjasama antar pemerintah daerah dalam merumuskan kebijakan mitigasi bencana, lemahnya pengawasan dan monitoring terhadap rencana tata ruang, dan beberapa dokumen Rencana Tata Ruang atau RTR (RTRW, RDTR, dan PZ) yang dinilai belum sepenuhnya operasional untuk dijadikan pedoman dalam upaya pengembangan kawasan berbasis mitigasi bencana.
previous post
Jadi Mahasiswa Aktif : Tips Sukses di Perkuliahan