Wilayah Di Negara Kesatuan Republik Indonesia ini yaitu di Bagian Timur, lebih Tepatnya kota Ambon Provinsi Maluku. Sebuah Pristiwa yang terjadi kurang Lebih 20 Tahun Yang lalu, namun jejaknya dari Pristiwa tersebut masih terlihat dan terasa hingga saat ini. Jika kita ketahui bahwa era kemerdekaan kita melawan penjajah yang berasal dari negara lain untuk merebut kemerdekaan. Namun pada Tahun 1999 Di Ambon, Maluku tersebut terjadi peperangan atau konflik Antar Agama melawan saudara sebangsa sendiri dikarenakan beberapa Faktor dan permasalahan di waktu itu. Dimana sebuah Daerah DI Ambon Yang bernama Kampung Batu Merah Dalam yang penduduknya terdiri dari Masyarakat yang beragam Islam dak Kristen. Sebelumnya hidup begitu tentram, damai dalam bersosialisai bertentangga tampa ada pembatas Oleh kepercayaan, namun hal tersebut goyah pada Pada 19 Januari 2021. Dikarenakan adanya konflik antar masyarakat setempat berbasis agama yang berawal dari permasalahan dari beberapa pemuda setempat mengenai “Cekcok Uang Pungutan”.Namun, karena permasalahan tersebut masyarakat lainnya di daerah tersebut sangat merasakan dampaknya padahal tidak begitu menahu permasalahannya. Sehingga Terjadi Peperangan, pertikaian, bahkan pembunuhan di daerah sendiri dan dengan saudara sendiri. Pada saat ini masyarakat sangat merasa tidak aman, karena terjadi pembunuhan dan pertikaian sehingga tidak bisa melakukan aktivitas sehari hari seperti sebelumnya dengan perasaan bahagia dan tenang. Sehingga masyarakat memutuskan untuk berpisah berdasarkan Agama, dimana masyarakat minoritas Kristen yang hidup di tengah masyarakat Islam berpindah kederah Kayu Tiga yang berjarak kurang lebih 7 Km dari Daerah Batu Merah dalam, begitupun sebaliknya dengan alasan Keamanan.
Gejolak Kemanusiaan Di daerah Ambon Tersebut terjadi Hingga tahun 2002, hampir semua daerah merasakannya. Dan korban jiwa dari Pristiwa konflik tersebut mengakibatkan kurang lebih 5000 jiwa meninggal dunia dan begitu banyak masyarakat lainnya terpaksa mengungsi di daerah lain. Setelah peperangan antara masyarakat ini selesai, rasa takut masih menghampiri masyarakat setempat sehingga terjadi pembatasan interaksi sosial. Namun beberapa masyarakat sangat merindukan kehidupan dahulu, dimana mereka hidup rukun bertetangga dan bersosialisasi antar sesama. Sehingga Pada Tahun 2003 Kelompok Gerakan Perempuan Peduli baik dari Daerah Kampung Kayu Tiga dan Juga Kampung Batu Merah Dalam memberanikan diri untuk merajut silaturahmi kembali dengan kepala dingin dan hati yang tenang, walaupun diantara keduanya masih memiliki trauma dan rasa takut yang begitu besar karena konflik sebelumnya, namun hal tersebut mencoba di lawan, untuk merasakan kedamaian dan kerukunan seperti dahulu. Hal tersebut dibuktikan dengan kunjungan GPP Kristen Kayu Tiga ke Daerah Kampung Batu Merah Dalam, sepanjang perjalanan rasa takut masih dirasakan, namun setelah bertemu Masyarakat didaerah tersebut yang juga merupakan tetangga mereka sebelumnya, muncul rasa bahagia, berpelukan bahkan merasakan haru karena sudah begitu lama tidak berintraksi sesama. Begitupun GPP Islam Kampung Batu Merah Dalam melakukan kunjungan balasan ke daerah Kayu Tiga. Sehingga mulai terjalin kembali hubungan yang dulunya dibatasi segrasi Wilayah karena konflik sebelumnya. Organisasi Pemuda JMP “Jembatan Merah Perdamaian” melakukan berbagai kegiatan untuk menjalin hubungan baik lagi, terkhusus untuk anak-anak yang tidak merasakan dan terlibat konflik namun karena cerita dari orang tuanya yang turun temurun sehingga muncul rasa kelompok kelompok dengan masyarakat yang berbeda keyakinan, sehingga JMP melakukan kegiatan dengan menceritakan sebuah Pristiwa mengenai perdamaian yang di kemas secara lucu sehingga dapat mudah di tangkap oleh anak anak. Juga melakukan kegiatan dengan menggabungkan pemuda yang bermain alat musik Hadrah yang di identik dengan Islam dan Terompet yang di Identik dengan Agama Kristen, sehingga dapat dilihat simbol perdamaian yang dapat menyatukan.
Hingga Saat in Masyarakat Daerah Kampung Batu Merah dalam dan Kayu Putih sudah memiliki hubungan yang sangat baik dapat dilihat dari toleransi yang di jaga dengan cara saling mengunjungi di hari hari raya misalnya Natal dan Lebaran walaupun sudah berbeda daerah. Sehingga stigma mengenai “Ambon Tidak Aman” tersebut harus dihilangkan baik dari masyarakat setempat begitupun dari masyarakat luar. Karena perbedaan bukanlah sumber perpecahan melainkan Persatuan dan hal tersebut harus dijaga dengan begitu erat demi kelangsungan Hidup bersama kedepannya karena kita semua berada dalam lingkaran NKRI.
previous post
Jadi Mahasiswa Aktif : Tips Sukses di Perkuliahan