Berawal dari penggalan lirik “here’s to you, Nicola and Bart“, dari situlah kami tau lagu ini diangkat dari kisah nyata yang tak biasa.
Sabar, ya. Sebelum ke pembahasan topik, Anda dengarkan dulu kisah permulaan kami menemukan lagu memorial ini. Semua berangkat pada pertengahan bulan September lalu. Setelah berbagai rencana nugas yang entah menapa mangkrak melulu, saya dan ketiga teman saya akhirnya memutuskan mengerjakan tugas di kediaman salah satu teman kami.
Saya ingat betul hari itu adalah Selasa siang di mana Bambi—sebut saja begitu—tiba-tiba memutar sebuah lagu demi menghilangkan situasi suntuk hening yang canggung diantara kami. Selama diputar, lagu yang katanya direkomendasi doi-nya ini berhasil membuat saya mengalihkan perhatian dari tugas ke lagu ini. Saya merasa adanya makna mendalam walau lirik yang dilantunkan hanya itu-itu saja.
Rasa penasaran pun mulai muncul kala melihat judul serta ilustrasi cover–nya, yang memicu saya menelusuri latar belakang lagu ini, diikuti kawan-kawan. Benar saja, ada sesuatu dibalik lagu ‘Here’s to You’ yang kami rasa perlu Anda ketahui. Drama tentang mereka menjalani sesuatu yang sebenarnya tidak mereka lakukan. Jadi, begini:
Tahun 1908, tersebutlah dua orang imigran Italia yang tinggal di Amerika. Nicola Sacco dan Bartolomeo Vanzetti namanya. Jelas, Sacco dan Vanzetti saat itu adalah warga sederhana yang kerap menjalani hari biasa dalam profesi mereka selaku pembuat sepatu dan penjual ikan. Namun, beranjak pada tahun 1920, kata ‘biasa’ tak bisa disematkan lagi, sebab tahun itu menjadi permulaan cerita duka mereka.
Sebagai informasi pengantar, tahun 1920 adalah masa-masa pasca Perang Dunia I, di mana dunia perpolitikan Amerika saat itu tengah ricuh. Banyak propaganda bermunculan dan salah satu yang terkenal ialah Red Scare, sebuah penggalakan ketakutan terhadap aliran komunisme, anarkisme, atau ideologi kiri lainnya. Hal inilah yang selanjutnya membuat banyak penduduk asli Amerika ketakutan kepada para imigran. Bersamaan dengan itu, Sacco–Vanzetti ternyata adalah anggota anarkis yang diwanti-wanti masyarakat.
Until the end, these two men are figures who hold fast to the truth and
are not shy about acknowledging their belief in anarchy.
Lalu, apa hubungannya? Jadi, di tahun 1920, tepatnya pada bulan April di siang hari, telah terjadi perampokan sekaligus pembunuhan terhadap seorang bendahara dan security di sebuah pabrik sepatu Massachusetts. Bendahara ini mulanya berniat memberikan gaji pada karyawan yang ditemani security. Namun, bak pepatah ‘malang tak dapat ditolak’, mereka seketika dicegat oleh dua orang perampok yang kemudian menarik pelatuk dan membawa kabur uang perusahaan dengan mobil. Meninggalkan sepasang mayat.
Sebenarnya, tidak ada saksi yang melihat jelas para pelakunya. Mereka menggambarkan kejadian ini hanyalah sebuah baku tembak di jalan. Pun, bukti permulaan rupanya tak cukup untuk mencari pelaku. Oleh karena ketidakjelasan informasi yang beredar, pihak-pihak anti-radikal dan anti-imigran—yang kebanyakan penduduk setempat—akhirnya menuduh para anarkis lokal sebagai pelaku, yang entah mengapa di-iyakan oleh polisi.
Beberapa hari sesudah peristiwa tadi, Sacco–Vanzetti yang kebetulan bersama dua orang buronan, pergi ke suatu tempat yang ternyata sedang digeledah polisi. Ketika menyadari kehadiran polisi, keempat orang ini dengan segera kabur menyelamatkan diri. Sayangnya, Sacco–Venzetti malah tertangkap lebih dulu dan membawa senjata yang diduga dipakai pembunuh saat mereka digeledah. Kebetulan juga, kedua insan ini adalah anggota anarkis. Inilah yang akhirnya membuat Sacco–Venzetti dijadikan tersangka setelah tiga minggu pembunuhan terjadi.
Perjuangan atas hukum pun dimulai. Setidaknya, terdapat dua kali persidangan yang mereka tempuh selama 7 tahun menjadi tersangka. Di sidang pertama, Sacco sejatinya terlepas dari hukuman lantaran menunjukkan bukti semacam kartu absensi, yang menyatakan kalau ia seharian penuh bekerja di pabrik. Sedangkan, Vanzetti tidak memiliki kartu absensi, meski ia menghadirkan 16 saksi yang mengungkapkan bahwa kala itu Vanzetti hanya melayani konsumen dan sama sekali tidak berada di TKP. Sehingga, hakim memutuskan Vanzetti dinyatakan bersalah dan harus dihukum sebanyak 12-15 tahun penjara.
Sementara, di sidang kedua, di sini hal-hal janggal mulai terasa. Layaknya sidang pertama, Sacco-Vanzetti punya alibi yang anehnya ditolak jaksa. Jaksa juga mengungkit ketidakikutsertaan mereka mengikuti wamil, yang sebenarnya tidak ada sangkut pautnya, pun Sacco-Vanzetti sendiri tidak termasuk golongan yang wajib. Lebih lanjut, uji balistik serta topi yang menjadi bukti terakhir diuji dan semuanya tidak menunjukkan Sacco-Vanzetti bersalah. Walakin, para penegak hukum menutup mata akan fakta ini dan memutuskan tetap menghukum mereka hanya dalam durasi 3 jam berunding. Padahal, semestinya juri memerlukan waktu semalaman dalam mengambil keputusan.
Upaya banding pastinya dilakukan oleh dua tersangka ini. Masyarakat yang mengetahui perkara ini juga tak sedikit yang turut membantu mereka. Tapi, semua itu berakhir sia-sia belaka. Sampai pada Agustus 1927, nyawa mereka harus berhenti di kursi listrik.
I wish to tell you I am innocent and never connected with any crime.
I wish to forgive some people for what they are now doing to me
Apa yang menimpa mereka tentunya membuat bangsa Eropa gempar dan memicu serangan bom di seluruh dunia waktu itu. Berbagai dokumentasi juga dibuat untuk mengenang mereka, tak terkecuali lagu ‘Here’s to You’ yang tercipta 40 tahun selepas mereka tiada.
Take heart, men. It is justice that dies.
Sacco and Vanzetti will live in history.
Menyedihkan memang melihat Sacco-Vanzetti, warga biasa yang notabene bukanlah pelaku yang sesungguhnya, harus menerima takdir tak adil begini. Saya dan teman-teman tak habis pikir terhadap perlakuan penegak hukum yang sepatutnya adil dan netral dalam menyelesaikan perkara. Masa iya sebuah nyawa harus melayang, padahal jelas-jelas mereka dinyatakan tidak bersalah? Bahkan, di momen hakim memutuskan perkara, akuratkah hanya dalam waktu 3 jam saja?
Tapi ya, kalau dipikir-pikir, ada baiknya pula apa yang mereka lakukan. Maksudnya, lebih baik mati dikenang jujur daripada mati bereputasi buruk.
Pada akhirnya, bagi kami, kematian Sacco–Vanzetti menjadi simbol gagalnya hukum ditegakkan dan ketidakmampuan hukum melindungi mereka, yang disebabkan oleh kebencian pemerintah akan latar belakang semata dan bukan karena bukti yang kuat. Bagaimana dengan Anda?
kalau mau dengar: Here's to you (feat. Joan Baez) by Ennio Morricone
previous post
Jadi Mahasiswa Aktif : Tips Sukses di Perkuliahan