Pembahasan kali ini tentang madilog, mahakarya bung Tan Malaka yang agaknya kurang terkenal di pendidikan dasar. Kesan pertamaku pada buku ini? sulit dipahami. Diksi nya begitu berbelit, kerangka berpikirnya terlalu rumit, penjelasanya pun menurutku terlalu bertele – tele. Mungkin itu yang terbesit ketika aku membaca bab pertama di buku ini. apakah bab selanjutnya akan lebih mudah? Tentu tidak. Mungkin karena buku ini menjangkau istilah yang belum pernah aku dengar dan pemilihan kata yang dibuat sangat khas dengan bahasa indonesia ketika sebelum atau awal kemerdekaan. Atau mungkin itulah caraku menolak bahwa aku sebenarnya masih bodoh dan tidak tahu apa – apa. Yang jelas, Bung Tan membuat buku ini dengan segenap tumpah darahnya, dia harus menyembunyikan tulisan dan referensinya dari penjajah dan orang yang tidak senang akan kehadiranya. Agaknya aku mengerti apa yang dimaksud dengan quotes “buku dan pena sebagai senjata”. Begitu dahsyatnya tulisan ini sampai – sampai bisa mempengaruhi banyak orang bahkan jauh setelah kematian beliau. Materialisme Dialektika Logika (MADILOG), setidaknya begitulah akronim dari judul buku ini. Tujuan besar dari dibuatnya buku ini adalah untuk merubah cara berpikir dari logika mistika yang selama ini digunakan manusia nusantara ke logika materialistik yang menjadi kerangka berpikir kritis dalam membangun sebuah peradaban. Tanpa sadar atau bahkan dengan sadar mereka berlogika mistika selama ratusan atau bahkan ribuan tahun dan hal itu terus berlanjut mungkin hingga saat ini. Diawal buku ini dijelaskan bagaimana terciptanya karya fenomenal Bung Tan ini. Beliau dengan bahasa khasnya menceritakan perjuanganya untuk mendapat dan membaca berbagai referensi karena pada saat itu beliau adalah buronan internasional. Pembuangan buku – buku, perampasan tulisan, terjebak dalam perang, ditangkap pemerintah negara lain adalah beberapa hal yang dilalui salah satu guru bangsa yang satu ini. Hingga pada akhirnya terciptalah buku yang kurang lebih 8 bulan masa pembuatanya (15 Juli 1942-30 Maret 1943). Pada bab pertama, Bung Tan membahas pertentangan antara logika mistika dengan logika materialistis. Beliau membuat 3 statement beserta bantahanya dengan mengganti nama tuhan menjadi “dewa rah”. Statement pertama “Dewa Rah lebih kuasa dibanding dari alam dan hukumnya” bertentangan dengan penemuan Einstein dan Newton. Jika penemuan kedua ilmuwan tersebut tentang kecepatan cahaya ataukah gravitasi bumi dapat dipatahkan oleh maha dewa rah, maka eksperimen mana yang membuat hal itu sebagai fakta? “hukum itu terus jalan dengan tetapi pasti, tak peduli, di waktu mana ataupun tempat apapun juga”. Statement kedua “Dewa Rah sama dengan kuasa dengan alam dan hukum alam” terpatahkan dengan logika “karena kekuatan Roh dan Alam itu seperti sudah kita andaikan tadi sama, maka kita makhluk hina ini boleh menjadi penonton saja”. Statement terakhir yaitu “Dewa Rah kurang kuasa dari alam dan hukumnya” terpatahkan oleh analogi Dr Frankestein yang membuat makhluk yang lebih kuasa darinya dan malah menjadi senjata makan tuan. Yah kurang lebih itulah permulaannya. Apakah akan kulanjutkan? Bab – bab selanjutnya akan lebih rumit, kata dan frasa akan lebih sulit dan jika aku masih punya kesempatan dan kekuatan akan kulanjutkan.
previous post
Jadi Mahasiswa Aktif : Tips Sukses di Perkuliahan