Tetap Bersamaku, Selamanya

“Aku gak suka liat kamu sama si Kay tau ga!” seru Giselle meninggalkanku begitu saja di tengah lapangan.

Cuaca mendung setelah pelajaran PJOK di hari Rabu itu menambah keburukan mood –ku. Memangnya apa salahku? Aku hanya dekat dengan sahabatku, bukan yang lainnya.

Perlahan gerimis kecil menari-nari jatuh ke bumi, tanda aku harus masuk ke dalam kelas. Sambil melirik ke arah Giselle yang membuang mukanya, aku duduk di sebelah Jordan.

“Kenapa dah lu, Rik? Mukanya lecek amat kayak baju gua!” seru Jordan.

“Hah? Hmm, gak papa kali. Cuman males aja gua ga bisa basketan di tengah lapangan,” ucapku dengan lesu.

Jordan, sahabat masa kecilku sepertinya sudah mengetahui apa yang terjadi. Ia tak bertanya lebih jauh, membiarkanku merenungi semuanya. Hari kelulusan SMA ini tak membuatku tersenyum bahagia, malah membawa pikulan berat di pundakku. Kay yang melihat semua kegusaranku datang menghampiriku, seperti biasa dengan ke-sok-imutannya dan keinggrisannya.

Hey Rik! What’s up! Kenapa sih kamu?!” katanya.

Aku menatapnya kosong, melirik sebentar ke Giselle yang masih cemberut, lalu menatap kembali kepada Kay.

It’s okay. Just gimme some time,” kataku sambil pergi meninggalkan kelas dengan Kay bersama jutaan pertanyaan di pikirannya.

Suhu dingin yang tak biasa menusukku. Seakan aku tinggal di Kutub Selatan yang mengurungku sendirian.

“Hah…, mana nanti aku pergi ke universitas yang sama dengan Giselle. Bagaimana aku bisa berinteraksi dengan teman-teman baru jika terus overthinking gini?” pikirku sambil beranjak pulang dengan sepedaku.

Hingga aku dan Giselle masuk ke universitas yang sama, kami tak saling menyapa. Bahkan, persamaan fakultas tak membuatnya berbicara sepatah kata pun. Aku pun mulai berubah dari Riko yang selalu ceria, menjadi Riko pemurung, cuek, dan dingin.

“Riko Haripahlwan Angkasa?”

Aku yang daritadi melamun memandangi salju di luar, seketika bangkit berdiri dan mengangkat tanganku.

“Ha-hadir, Bu!” jawabku bagaikan pencuri yang tertangkap basah.

“Kamu kenapa, sih Riko? Dari tadi ibu lihat kamu melamun saja. Coba kamu duduk sama teman se-SMA-mu, tuh. Siapa namanya? Oh, Giselle Ratu Renita,” kata sang Bu Dosen.

“Eh? Ja-jangan saya, Bu. Sudah ada Nandaria Semi Esian, alias Nanda, hehehe,” ucap Giselle dengan tawaannya yang berat.

Sudah kuduga, Giselle benar-benar menolakku kali ini. Suasana semakin mencekam dengan banyaknya salju yang turun. Namun . . .

“DUAK…!” “Maaf bu, saya terlambat. Tadi habis nyuci baskom dulu.”

Jordan masuk dengan penuh salju. Tubuhnya gemetaran seperti anak ayam yang basah. Astaga, Jordan selalu seperti itu, tak berubah sejak kami SD.

“Astaga, Jordan Bintang Kusubantara, cepat duduk di tempatmu! Kita akan mulai materi forensik pagi ini,” kata Bu Dosen.

Bu Dosen memulai pelajaran hari itu. Semampu apapun aku fokus, tetap tak bisa. Aku terus memandangi Nanda yang seharian bersenda ria dengan Giselle. Nanda memang berbeda denganku. Ia berperawakan sangat tinggi, mungkin 180 cm. Tubuhnya gagah dan wajahnya mirip artis Korea. Kai EXO kalau tidak salah. Berbeda denganku, cowok pendek, kerempeng, dan tak tampan sama sekali. Kata Kay, mukaku 11 : 12 dengan dugong. Ya, aku tak menyangkalnya.

“Baik, ibu akan memberikan kalian tugas presentasi. Untuk kelompok pertama, ada Riko Haripahlwan Angkasa, Giselle Ratu Renita, Kaymeita Van Meita Avian, Jordan Bintang Kusubantara, dan Nandaria Semi Esian,” kata Ibu Dosen, memulai pelajaran.

Aku kaget dan langsung menoleh pada Giselle. Dia tampak jijik melihat urutan nama di papan tulis itu. Rasanya hatiku hancur berkeping-keping, bagai burung yang terbang bebas tersambar petir. Aku hanya menoleh ke arah Jordan yang tampaknya senang-senang saja.

“Wihh, Rik! Sekelompok kita, muehehehhee,” ketawanya.

Aku hanya membalasnya dengan senyuman tipis. Kulirik ke arah Kay. Perempuan berambut poni itu tampaknya gusar pula sepertiku. Aku menghela napas, tanda tak tahu lagi ingin bahagia atau sedih.

Seusai kuliah, aku pergi bersama kelompokku ke satu café. Kami berencana mengerjakan tugas forensik di sana. Ya, menurutku suasananya cukup tenang. Walau di luar sedang badai salju, café ini sangat cocok untuk kami mengerjakan presentasi “Kasus Joker di Shinkansen”. Nuansa café serba cokelat dengan hiasan natal yang belum diturunkan, membuat ketenangan dalam hatiku yang masih kacau. Entah apa yang kupikirkan saat ini.

Seketika, Nanda berkata, “Eh gais, menurut kalian tugas presentasinya nanti gimana?”

“Kita bagi tugas aja dulu!” kata Kay dengan semangat.

“Boleh sih, tapi harus adil ya. Jangan ada yang jadi beban kelompok,” seru Jordan.

“Halah, gak tau malu, lu! Sendirinya aja beban!” cibir Giselle yang diikuti tawaan Jordan.

“Boleh sih, kalau menurut lu gimana, Rik?” tanya Nanda.

Seketika lamunanku terbuyarkan oleh perkataan Nanda.

Aku membalas, “Eeh, hmm boleh sih. Ak, eh, gua ikut aja, hehehe.”

Kami lanjut mengerjakan tugas presentasi kami. Walau pikiranku berlari-larian, aku harus tetap fokus demi menyelesaikan kuliah ini. Aku tak ingin tertinggal dari mereka, maka aku harus berusaha sebaik mungkin. Aku pun mulai membuka pembicaraan mengenai kasus tersebut. Biasa, kesenanganku akan hal misteri dan horor harus kutunjukkan di sini. Terlebih yang aku suka, kriminalitas.

Tak terasa, jam sudah menunjukkan pukul 19.00 waktu Tokyo. Kami pun harus pulang ke rumah kami masing-masing. Kebetulan, hanya Nanda saja yang rumahnya tak searah dengan kami. Jadi, kesempatanku untuk ngobrol dengan Giselle. Yah, aku tahu bah . . .

“Nan, gua temenin lu ke rumah, ya. Sekalian mau ke toko buku gua,” kata Giselle yang seketika membuyarkan pikiranku.

“O-ohh, boleh. Riko, Kay, Jordan, mau ikut sekalian?” tanya Nanda, yang sepertinya sedikit canggung dan bingung.

“Hmm, nggak ah. Gua sama Kay aja, kebetulan mau jalan ke arah yang sama,” jawab Jordan sambil mendorong Kay dengan jaket hitamnya.

Hmm, kayaknya Jordan sudah tahu apa yang aku pikirkan. Dia menoleh kembali ke belakang, mengacungkan jempolnya yang besar, lalu berlari sambil menggandeng Kay yang mengomel.

“Lu gimana, Rik?” tanya Nanda.

“Eh, gua ikut aja. Sekalian jalan-jalan,” kataku sambil tersenyum pelan.

Giselle menatapku sinis, tetapi aku tak menghiraukannya. Aku rencananya mau menyelidiki apa yang akan mereka lakukan.

Kami pun berjalan beriringan ke mall di dekat rumah Nanda. Sudah kuduga, semua orang di sini menatap Nanda. Para kaum hawa menatapnya sambil memerah, seperti orang di gurun yang baru mendapat air minum. Aku di belakangnya hanya menunduk, tak ingin terlihat. Giselle tetap berusaha di sebelah Nanda, seperti seorang bodyguard. Yah, aku hanya menghela napas, melanjutkan perjalanan ke toko buku. Masih dengan berbagai macam pertanyaan di kepalaku.

            Aku menikmati perjalananku di mall itu. Harum berondong jagung dan soda dari bioskop, harum masakan, uhh. Rasanya mulutku mulai banjir, hehehe. Lalu ada, eh? Ke mana Giselle dan Nanda? Mungkin mereka sudah ada di toko buku itu. Apakah aku harus pergi ke sana?

            Sesampainya di sana, kejadian mengejutkan yang sudah aku duga terjadi. Mereka saling bergandengan tangan. Ya, karena sudah kuduga, aku tak merasa sedih. Aku tahu apa yang harus aku lakukan sekarang.

            Tak lama, Nanda dan Giselle berlari bersamaan keluar dari toko buku. Entah apa yang mereka pikirkan. Namun, aku melihat seseorang perempuan berambut poni dan seorang lelaki berjaket hitam mengejar-ngejar mereka sambil membawa pisau. Aku mencoba mengikuti mereka, tetapi . . .

            “NGIU…NGIU…”

            Suara sirine ambulans dan mobil polisi bersahutan. Aku memandangi kedua tubuh yang penuh darah tersebut. Kedua pembunuh sahabatku sudah ditangkap polisi dan segera dijebloskan ke penjara. Sungguh, aku tak pernah membayangkannya.

            Aku pulang ke rumahku sambil berlinang air mata. Di sana, sudah ada Kay dan Jordan. Aku tersenyum kepada mereka dengan linangan air mataku.

            “Rencana bagus. Terima kasih sudah menjawab teleponku tadi,” kataku, “sekarang, dia akan tetap bersamaku selamanya.”

  21 Views    Likes  

meriah Megah Acara Orientasi Mahasiswa Baru Universitas Ciputra Surabaya

previous post

Mengenal Lebih Dekat Dengan Universitas Mercu Buana Jakarta
meriah Megah Acara Orientasi Mahasiswa Baru Universitas Ciputra Surabaya

next post

meriah Megah Acara Orientasi Mahasiswa Baru Universitas Ciputra Surabaya

related posts