Pernahkah anda memperhatikan tanaman di sekitar anda?. Jika ya, maka anda tidak asing dengan gulma, hama, atau jamur pada tanaman. Mahluk hidup yang mengganggu proses pertumbuhan dan perkembangan tanaman disebut Organisme Pengganggu Tanaman (OPT). Tidak hanya mengganggu fase budidaya tanaman, kehadiran OPT juga merusak organ-organ tanaman yang membuat gagal panen. OPT, tentunya, merupakan musuh besar bagi petani. Petani seringkali mengendalikan OPT secara instan dengan menggunakan pestisida sintesis.
Tanaman Refugia: Alternatif Penggunaan Pestisida Sintesis
Pestisida sintesis merupakan senyawa kimia yang digunakan untuk melindungi tanaman dari hama (Anonim, 2014). Pestisida sintesis bersifat racun (toksik). Toksiksitas pada pestisida lah yang membasmi OPT di lahan pertanian. Namun, OPT dapat bersifat resisten sehingga dosis penggunaan pestisida selalu meningkat. Selain biaya pengeluaran yang membesar, penggunaan pestisida yang berlebih juga merusak ekosistem dan menurunkan kesehatan pengguna akibat terpapar (Afriyanto, 2008). Pestisida sintesis dapat masuk ke tubuh manusia melalui pori-pori kulit, mulut, dan saluran pernapasan (Runia, 2008). Gejala klinis yang muncul akibat paparan pestisida meliputi lesu, sakit kepala, mual, pandangan kabur, dan diare. Kabar baiknya, ada upaya lain dalam pengendalian OPT yang dapat dilakukan, salah satunya dengan menanam tanaman refugia.
Tanaman refugia adalah tumbuhan yang berperan mendatangkan musuh alami OPT seperti predator dan parasitoid (Septariani, Herawati, & Mujiyo, 2019). Pengendalian OPT menggunakan tanaman refugia mengacu pada prinsip keanekaragaman hayati (biodiversitas), yakni jumlah organisme herbivora pada suatu lahan pertanian dapat dikurangi dengan menghadirkan predator alaminya. Kriteria tumbuhan yang dapat dijadikan sebagai tanaman refugia antara lain: memiliki bunga serta warna yang mencolok, mudah ditanam dan berkembang biak, dan dapat ditanam secara tumpang sari (Abdullah, 2019). Refugia dapat dimanfaat pada berbagai jenis tanaman budidaya, mulai dari tanaman pangan hingga tanaman hortikultura.
Tanaman refugia umumnya didominasi oleh berbagai jenis bunga, misalnya bunga Jengger Ayam Kipas (Celosia cristata), buka kenikir (Cosmos caudatus), dan bunga Kertas (Zinnia sp.). Dengan demikian, tanaman refugia juga menambah estetika pada lahan pertanian. Menurut Nia Kurniawati (peneliti balitbangtan), keberadaan tanaman refugia menjadi shelter dan sumber pakan bagi musuh alami dari OPT (Pusat Perpustakaan dan Penyebaran Teknologi Pertanian, 2021). Musuh alami akan memakan nektar atau polen dari tumbuhan berbunga, sehingga kebugarannya bertambah ketika memangsa hama. Pada lahan tanaman pangan (missal: padi), refugia dapat ditanam di tepian lahan. Sedangkan pada perkebunan holtikultura, refugia ditanam di sela-sela tanaman budidaya.
Pak Aneng, ketua kelompok tani dewasa di Lemah Duhur (Bogor) mengakui penanaman refugia di lahan miliknya sangat menghemat tenaga, menekan biaya usaha, dan hasil pertanian pun menjadi lebih aman untuk dikonsumsi (Pusat Perpustakaan dan Penyebaran Teknologi Pertanian, 2021). Pengeluaran biaya untuk pembelian pestisida tertutupi dengan menanam tanaman refugia. Petani pun tidak perlu repot melakukan penyemprotan berkala dengan intensitas tinggi pada lahan. Paparan langsung pestisida sintesis pada petani, tentunya, terminimalisir. Penanaman refugia sebagai alternatif pestisida sintesis terbukti menguntungkan petani dalam aspek ekonomi dan kesehatan
previous post
Jadi Mahasiswa Aktif : Tips Sukses di Perkuliahan