Halo Sobat OSC!
Berpikir positif tentu saja hal yang baik untuk dilakukan. Namun ada kalanya kalimat positif malah terdengar menyakitkan. Mungkin bagi sebagian orang kata-kata penyemangat bisa mematahkan perasaan buruk mereka, namun tidak sedikit yang malah merasa down dengan kalimat penyemangat. Kondisi "good vibes only" ini sering disebut sebagai toxic positivity, yaitu sebuah kondisi dimana separah apapun keadaan, kamu harus tetap mempertahankan pola pikir positif. Secara tidak langsung toxic positivity memaksa kita untuk menyembunyikan perasaan yang sebenarnya sehingga emosi yang seharusnya diluapkan malah mengendap dalam hati.
Toxic positivity biasanya muncul lewat kata-kata penyemangat seperti "Jangan menangis kamu kuat." atau "Masih banyak orang yang tidak seberuntung dirimu." Meskipun tanggapan tersebut terkesan sebagai bentuk simpati, namun tidak sedikit orang yang malah merasa tersakiti. Orang yang menganut toxic positivity berpikir bahwa kebahagiaan adalah sebuah pilihan, jadi apabila kamu merasa sedih hati maka itu adalah salahmu sendiri dan kamu tidak berhak menyalahkan keadaan.
Mengapa Toxic Positivity Berbahaya?
Toxic positivity bisa menggiring manusia untuk meninggalkan kepekaan rasa. Manusia dilahirkan dengan seperangkat akal budi dan perasaan agar mampu menerima dan memahami lingkungan di sekitarnya. Hadirnya toxic positivity membuat kita menjadi bias antara perasaan senang dan sedih. Dengan berusaha menyangkal bahwa diri kita sedang bersedih, itu sama artinya dengan kita menumpuk perasaan negatif dalam diri kita. Pada akhirnya, emosi negatif tersebut akan memicu stres dan sakit psikis serta fisik alias psikomatis.
Dr. Jiemi, seorang residen psikiatris di Rumah Sakit Muwardi Solo mengungkapkan bahwa tidak semua orang perlu disemangati atas pengalaman buruk yang menimpanya. Dorongan untuk selalu berpura-pura mensyukuri keadaan bisa menjadi belati yang menusuk batin seseorang. Menurut dr. Jiemi yang seharusnya kita lakukan terhadap orang yang sedang mendapatkan kondisi kurang mengenakkan adalah mendengarnya dengan tulus, bukan merespon dengan nasihat atau kalimat-kalimat positif. Seseorang yang sedang mendapatkan masalah lebih membutuhkan orang lain sebagai tempat untuk mencurahkan emosinya tanpa disela nasihat. Hanya dengan mengakui dan membiarkan emosi negatif tanpa ditimpa oleh kalimat-kalimat positif semu, seseorang mampu belajar menerima realitas.
Bagaimana Cara Menghindari Toxic Positivity?
Terkadang secara tidak sengaja kita melakukan pendekatan toxic positivity terhadap diri sendiri. Berikut merupakan beberapa tips yang dapat dilakukan untuk melakukan pendekatan yang lebih sehat secara mental.
1. Akui bahwa kamu memang bersedih
Ada kalanya bahwa kamu menangis dan mengakui bahwa dirimu sedang tidak baik-baik saja. Jangan memaksa dirimu untuk selalu memenuhi ekspektasimu. Manusia memang diciptakan dengan perasaan dan kita memang perlu mengungkapkannya, terutama emosi negatif. Namun perlu diingat bahwa pilih orang dan tempat yang tepat untuk meluapkan emosimu ya.
2. Bersikaplah realistis terhadap keadaan
Saat kamu menghadapi sebuah hambatan dalam hidup, maka terimalah itu sebagai sebuah hambatan apa adanya. Jangan memaksakan dirimu untuk menerima situasi itu dengan perasaan syukur palsu. Wajar bagi kita untuk mengungkapkan perasaan takut, kecewa, sedih, atau khawatir.
3. Ubah kalimat positif menjadi optimis
Apabila kamu mendapati orang di sekitarmu sedang mendapatkan musibah, maka berikut beberapa anjuran kalimat yang dapat digunakan untuk melakukan pendekatan yang sehat secara psikis.
- Gapapa kalo kamu butuh waktu, apakah ada yang bisa aku lakuin buat kamu?
- Kamu nggak sendirian kok, aku akan selalu ada di sebelahmu.
- Kalau mau cerita bilang ya, aku siap dengerin kok!
- Aku ngerti ini pasti sulit banget buat kamu, mau peluk?
- Yuk napas dulu pelan-pelan, kamu bisa cerita ke aku kapanpun kamu mau.
Itu tadi beberapa tips menghindari gaya hidup toxic positivity. Sobat, ingat bahwa it's okay to not be okay!
previous post
Jadi Mahasiswa Aktif : Tips Sukses di Perkuliahan