Pada 1 Muharram pada penanggalan Islam, di kota Bengkulu ada yang tradisi yang biasa di kenal dengan tabot. Keberadaan Tabot sendiri sangat erat kaitannya dengan perkembangan Islam di Bengkulu. Tradisi Tabot dibawa oleh pekerja Islam Syiah dari Madras dan Bengali di India Selatan. Mereka ikut bersama tentara Inggris ke Bengkulu untuk membangun Benteng Marlborough pada 1713.
Tradisi Tabot bisa dilihat dari dua tujuan, untuk ritual dan non ritual. Aspek ritual masih dijalankan hanya oleh keturunan keluarga Tabot. Sementara untuk tujuan non ritual dilakukan untuk melestarikan kesenian tradisional Bengkulu yang sudah ada sejak ribuan tahun yang lalu.
Tabot menjadi unsur penting dalam Tradisi Tabot yang diadakan selama 10 hari pertama di bulan Muharram. Saking menariknya, tradisi tersebut kemudian dijadikan sebuah festival oleh pemerintah setempat karena dianggap bisa menarik minat wisatawan dan menjadi pilihan untuk wisata budaya di Bengkulu.
Ketika sedang festival Tabot kita akan dapat melihat beberapa tugu di berbagai sudut jalan. Tugu ini menyerupai rumah-rumahan mirip masjid bertingkat. Pada bagian atapnya, terdapat ukiran khas Bengkulu dengan cat warna-warni. Tugu ini disebut sebagai Tabot atau Tabut. Tabot berasal dari kata Arab, Tabut yang secara harfiah berarti kotak kayu atau peti. Tabot dikenal sebagai peti yang berisikan kitab Taurat Bani Israil, yang dipercaya jika muncul akan mendapatkan kebaikan, namun jika hilang akan mendapatkan malapetaka. Bentuk sebuah Tabot umumnya menyerupai menara masjid. Ukurannya bisa bervariasi, mulai dari lebar 1,5 meter hingga 3 meter dengan tinggi sekitar 5 hingga 12 meter.
Tabot biasanya dibuat dari kayu, bambu, dan rumbia sebagai kerangkanya. Lalu, kerangka dilapisi dengan kertas warna-warni berbentuk motif yang beragam sebagai hiasan. Dalam pembuatan Tabot juga tidak bisa semabarangan, harus mengikuti pakem khusus yang disepakati oleh Keluarga Tabot. Di Bengkulu, ada dua kelompok besar pemilik Tabot, yaitu Tabot Berkas (Pasar Baru, Kampung Kepri, dan Malabero) dan Tabot Pondok Besi (Kebun Ros, Tengah Padang dan Kampung Bali).
Tradisi Tabot sendiri terdiri dari sembilan rangkaian acara. Pertama mulai dari menggambil tanah (mengambil tanah) tanah yang diambil harus mengandung unsur-unsur magis oleh karena itu harus diambil dari tempat keramat.
Kedua, Duduk Penja (mencuci jari-jari) Penja adalah benda yang terbuat dari kuningan, perak atau tembaga yang berbentuk telapak tangan manusia lengkap dengan jari-jarinya. Karenanya penja ini disebut juga dengan jari-jari.
Ketiga, Meradai (mengumpulkan dana) yang dilakukan oleh Jola (orang yang bertugas mengambil dana untuk kegiatan kemasyarakatan, biasanya terdiri dari anak-anak berusia 10—12 tahun). Acara Meradai diadakan pada tanggal 6 Muharam.
Keempat, Menjara (mengandun) artinya berkunjung atau mendatangi kelompok lain untuk beruji/bertanding dol, sejenis beduk yang terbuat dari kayu yang dilubangi tengahnya serta ditutupi dengan kulit lembu.
Tahap kelima adalah Arak Penja, yang mana penja diletakkan di dalam Tabot dan diarak di jalan-jalan utama Kota Bengkulu.
Tahap keenam merupakan acara mengarak penja yang ditambah dengan serban (sorban) putih dan diletakkan pada Tabot kecil.
Tahap ketujuh adalah Gam (tenang/berkabung), merupakan tahapan dalam upacara Tabot yang wajib ditaati. Tahap Gam merupakan saat di mana tidak diperbolehkan mengadakan kegiatan apapun.
Tahap kedelapan dilakukan pada tanggal 9 Muharam juga yang disebut dengan Arak Gendang. Tahap ini dimulai dengan pelepasan Tabot Besanding di gerga masing-masing.
Tahap terakhir dari keseluruhan rangkaian upacara Tabot disebut dengan Tabot Tebuang yang diadakan pada tanggal 10 Muharam.
Saat ini, Tabot yang digunakan dalam upacara Tabot di Bengkulu berupa suatu bangunan bertingkat-tingkat seperti menara masjid, dengan ukuran yang beragam dan berhiaskan lapisan kertas warna warni.