Kala sang mentari menyinari bumi, kukuruyuk pun mengumandangkan suaranya. Dari balik jendela tampak seorang tua bangka mengawali pagi dengan pakaian lusuh beranjak mencari secercah harapan di sela jatuhnya embun pagi. Digunakannya parang untuk membelah beberapa kayu di kebun garapannya itu. Setiap hari pekerjaan itu digulatinya demi memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Hidup sebatang kara, kesepian, tiada sanak saudara seringkali membuat si tua bangka termenung sayu. Tak sadar terkadang air matanya menetes sembari mengikuti keringat yang ikut berjatuhan. Tua bangka mengais rezeki dengan fisik yang sudah kembali lemah seperti saat kecil. Melihat kondisinya ia menyesali masa mudanya yang tak terlalu mementingkan pendidikan. Si tua bangka hanyalah lulusan SD yang suka berkata “hidup itu santai”. Sontak saja, hal tersebut memancing emosi teman-teman si tua bangka di masa muda.
Sekarang dunia menjawab meskipun yang diberikan tua bangka adalah pernyataan bukan pertanyaan, tua bangka menjadi tidak santai di masa tuanya, berkebalikan dengan teman-temannya yang mementingkan pendidikan di masa muda. Meskipun mereka tidak santai dan belajar mati-matian di masa muda, mereka dapat santai dan menikmati masa tua mereka.
Tua bangka pun hanya bisa meratap dan mesti kembali bangkit meskipun penghasilan hari ini untuk makan hari ini, begitupun seterusnya. Dia menyadari bahwa kesempatan hanya datang 1 kali, dia tidak bisa memutar waktu, dan penyesalan selalu berada di akhir.
Ig : @bewlla_
Sumber Gambar : -update info
previous post
7 Langkah kecil untuk meredakan emosi