Kemerdekaan Indonesia yang kita nikmati hari ini merupakan hasil jerih payah para pahlawan di masa lalu yang berjuang pantang menyerah untuk membebaskan NKRI dari belenggu penjajahan. pun demikian, harus diakui bahwa kemerdekaan ini tidak hanya semata-mata atas perjuangan fisik melawan penjajah dengan senjata, namun juga diikuti dengan bantuan dari kaum intelektual, tokoh terpelajar yang membantu proses proklamasi kemerdekaan dan pengakuan kemerdekaan RI lewat kontribusi pemikiran dan gagasan mereka, salah satunya adalah diplomat-diplomat yang menjadi utusan negara untuk melakukan berbagai macam perundingan guna memperjuangkan pengakuan atas kemerdekaan RI dari dunia Internasional. Bicara soal diplomat, baru-baru ini viral di media sosial Tiktok yang menampilkan 5 orang tokoh Indonesia yang sedang bersidang menjadi utusan RI dalam sidang Dewan Keamanan PBB di Lake Success New York pada tahun 1947 lalu. Hal ini diawali oleh perseteruan Belanda dan Indonesia karena Belanda telah melanggar perjanjian Linggarjati dan melakukan Agresi Militer I pada 21 Juli 1947 lalu. Siapa sajakah mereka? Berikut profil lengkapnya.
Agus salim merupakan tokoh yang dijuluki sebagai The great old man karena kepiawaiannya dalam berdiplomasi. Ia lahir di desa Koto Gadang pada 8 Oktober 1884. Selain itu, hal yang mendukung pekerjaannya sebagai diplomat adalah kemampuannya sebagai poliglot yang menguasai 9 bahasa asing. Agus salim juga pernah menjabat sebagai Menteri Luar Negeri RI setelah Indonesia merdeka, dan menjadi orang yang aktif melakukan kunjungan ke luar negeri khususnya negara timur tengah untuk mendapatkan pengakuan kemerdekaan Indonesia, salah satunya Mesir. Setelah melalui proses yang panjang, Agus salim akhirnya pulang dengan membawa surat pengakuan kemerdekaan RI dari Mesir, yang menjadi negara pertama yang mengakui kedaulatan RI setelah proklamasi kemerdekaan.
Sutan Sjahrir adalah tokoh yang termasuk dalam 5 diplomat delegasi Indonesia pada sidang PBB 1947 yang berbicara/berpidato saat sidang. Ia merupakan tokoh kelahiran Padang Panjang-Sumatera Barat pada 5 Maret 1909. Saat berpidato di sidang PBB, ia menjelaskan hal penting dari mulai sejarah nusantara dan kerajaan-kerajaan besarnya yang punya hubungan dagang luar negeri dengan berbagai negara di dunia hingga ke Afrika. Ia banyak menyangkal tuduhan Belanda dan mengatakan bahwa tuduhan Belanda pada Indonesia merupakan tuduhan tanpa bukti yang jelas. Pidatonya dipuji oleh media AS seperti New York Herald Tribune yang mengatakan bahwa pidato Sjahrir telah menggemparkan PBB.
Ia merupakan tokoh kelahiran Sawahlunto yang lahir pada 10 Januari 1922. Soedjatmoko merupakan tokoh yang ikut serta dalam perwakilan RI untuk sidang PBB 1947 yang tidak memiliki gelar akademis, namun pemikirannya tak dapat diragukan. Meski tak mempunyai gelar akademik formal, ia mendapatkan banyak gelar doktor kehormatan dari universitas luar negeri. Ia banyak berbicara menyuarakan Indonesia di forum internasional dari segi politik, ekonomi, hingga sosial budaya.
Soemitro merupakan tokoh ekonom terkenal di Indonesia. Ia menempuh pendidikannya di Belanda dan Paris. Sekembalinya dari Belanda ia diangkat menjadi staf perdana menteri RI kala itu, Sutan Sjahrir. Ia juga merupakan mantan Menteri Keuangan RI. Kontribusinya dalam sidang PBB 1947 adalah dengan mengusulkan diadakannya Komisi Pengawas Perdamaian antara Indonesia dan Belanda. Ketokohannya dan kontribusinya bagi bangsa Indonesia juga diturunkan pada anak kandungnya yang kini menjadi salah satu tokoh bangsa terkemuka yang memegang jabatan sebagai Menteri Pertahanan RI, Prabowo Subianto.
Charles tambu merupakan tokoh keturunan Tamil yang orang tuanya merupakan Imigran dari Sri Lanka. Meski begitu, ia memiliki rasa nasionalisme yang tinggi dan keinginan untuk membantu memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Atas dedikasinya membela Indonesia, Charles Tambu diberikan paspor secara langsung oleh Presiden Pertama RI, Ir. Soekarno. Setelah itu, Tambu kemudian ditugaskan untuk menjadi bagian dari Konsulat Jenderal Indonesia di Manila sampai tahun 1953. Meski bukan orang Indonesia asli, ia tetap mencintai Indonesia dan menganggapnya sebagai bangsanya sendiri. Dedikasi Charles Tambu pada proses diplomasi memperjuangkan kemerdekaan RI patut diapresiasi.
Kelima tokoh tersebut merupakan tokoh bangsa yang secara berani telah merepresentasikan Indonesia dan berjuang untuk pengakuan kedaulatan NKRI pada 14 Agustus 1947 lalu di New York. Mereka mengambil peran penting dalam proses diplomasi Indonesia yang perlu dicontoh oleh generasi muda saat ini, agar semangat nasionalismenya dapat mendorong anak muda untuk semakin mencintai bangsa dan tanah air Indonesia.