Anak Berpikir: Memahami Dunia Lewat Teori Kognitif Piaget

     

          Pernah tidak kamu heran kenapa anak kecil suka bicara bulan “mengikuti” mereka, atau ngobrol sama boneka seolah hidup? Nah, hal-hal seperti itu justru jadi perhatian Jean Piaget, seorang psikolog asal Swiss yang terkenal dengan teori kognitif-nya. Menurut Piaget, anak-anak bukan sekadar versi kecil orang dewasa. Mereka punya cara berpikir sendiri yang berkembang lewat tahapan tertentu. Bagi Piaget, belajar itu bukan soal menghafal, tapi soal bagaimana anak membangun pengetahuan sendiri lewat pengalaman. Teori ini penting banget buat dipahami, apalagi dalam dunia pendidikan dan parenting. Dengan mengenal cara berpikir anak, kita jadi tahu bagaimana seharusnya proses belajar dirancang, bukan memaksa, tapi menyesuaikan tahap perkembangannya.

          Jean Piaget adalah salah satu psikolog asal Swiss yang berfokus pada perkembangan kognitif anak. Piaget menjelaskan pekembangan kognisi anak dimulai dengan skema kognitif.  Menurut Piaget (1952, dalam Santrock, 2007), anak-anak memahami dunia melalui skema, yaitu kerangka berpikir atau struktur mental yang digunakan untuk mengorganisasi dan menginterpretasi informasi. Skema ini berkembang seiring pengalaman anak. Piaget menjelaskan dua proses utama dalam adaptasi skema:  Asimilasi: ketika anak memasukkan informasi baru ke dalam skema yang sudah ada. Dan Akomodasi: ketika anak menyesuaikan skema lama agar cocok dengan informasi baru.

          Selain itu, anak-anak juga mengorganisasi pengalaman mereka secara kognitif, yaitu dengan mengelompokkan informasi dan membentuk sistem berpikir yang makin kompleks. Untuk berpindah dari satu tahap ke tahap berikutnya, Piaget mengenalkan konsep ekuilibrasi, yaitu mekanisme yang terjadi saat anak mengalami konflik atau ketidakseimbangan kognitif (disequilibrium) dan berusaha mencapai pemahaman baru agar pikirannya kembali seimbang.

Ada 4 tahap perkembangan kognitif menurut Piaget (dalam Santrock, 2007)

1. Tahap Sensorimotor (0–2 tahun)

             Bayi memahami dunia melalui pengalaman indra (seperti melihat, mendengar) dan gerakan motorik (menggapai, menyentuh). Pada awalnya bayi menggunakan pola reflektif, dan di akhir tahap menunjukkan pola yang lebih kompleks. Dua pencapaian penting: Objek permanen: objek tetap ada meskipun tidak terlihat. (contoh: bayi menangis akan diam saat mendengar suara ibunya walau tidak melihat ibunya). Pemahaman diri vs lingkungan: bayi mulai sadar bahwa dirinya berbeda dari dunia sekitarnya.

2. Tahap Praoperasional (2–7 tahun)

            Pemikiran lebih simbolis, tetapi masih egosentris dan intuitif. Dibagi menjadi dua sub-tahap: Sub tahap Fungsi Simbolis (2–4 tahun) Anak mulai merepresentasikan objek yang bersifat khayal (contoh: matahari hijau, mobil terbang) dan Sub tahap Pemikiran Intuitif (4–7 tahun) Anak mulai berpikir secara primitif dan ingin tahu segala hal. Disebut pemikiran intuitif karena mereka merasa tahu sesuatu tanpa dasar logis.

3. Tahap Operasional Konkret (7–11 tahun)

            Penalaran logis mulai muncul, menggantikan pemikiran intuitif, tetapi hanya pada situasi konkret. Anak mampu menggolongkan beberapa karakteristik benda secara bersamaan, bukan hanya fokus pada satu ciri saja. Namun, belum bisa menangani masalah abstrak.

4. Tahap Operasional Formal (11–15 tahun)

             Anak mulai mampu berpikir abstrak, logis, dan idealis. Mereka dapat menyelesaikan masalah walau hanya disampaikan secara verbal. Sudah bisa berpikir seperti ilmuwan melalui proses hipotesis deduktif, yaitu menyusun hipotesis, menguji, dan menarik kesimpulan secara sistematis.

            Teori kognitif Jean Piaget memberi kita pemahaman mendalam bahwa anak bukan sekadar peniru pasif, melainkan pembelajar aktif yang membangun sendiri pengetahuannya melalui pengalaman. Dengan memahami skema, proses asimilasi dan akomodasi, serta tahapan perkembangan kognitifnya, kita jadi tahu bahwa setiap anak berpikir sesuai dengan tahap usianya, bukan lebih lambat, bukan juga lebih cepat, tapi berbeda. Melalui perspektif ini, kita diajak untuk lebih sabar, empatik, dan tepat dalam mendampingi proses belajar anak. Karena memahami cara anak berpikir, adalah langkah awal untuk menciptakan proses belajar yang benar-benar bermakna.

 

  10 Views    Likes  

Rahasia Gelap di Balik Aplikasi Gratis yang Kamu Gunakan Setiap Hari

previous post

Kenapa Kain Bisa Putih? Yuk Kenalan dengan Bleaching!
Rahasia Gelap di Balik Aplikasi Gratis yang Kamu Gunakan Setiap Hari

next post

Rahasia Gelap di Balik Aplikasi Gratis yang Kamu Gunakan Setiap Hari

related posts