Community Volunteering : Tentang Suka-Duka Aksi Sosial

Kalian pernah jadi volunteer atau ikut kegiatan sukarelawan? Atau bahkan sering? Atau, malah belum pernah sama sekali?

Aku termasuk dari sekian anak yang tertarik pada kegiatan sosial, namun tidak pernah kesampaian selama 12 tahun masa sekolah. Hingga akhirnya aku lulus dan merantau kuliah di Universitas Al-Azhar Indonesia di Jakarta.

Salah satu yang kusuka dari Jakarta adalah; we can find everything here, termasuk komunitas sosial dan berbagai lowongan volunteer. Dan aku jelas tidak mau melewatkan kesempatan. Telah setahun lebih aku tinggal di Jakarta, mencoba banyak kegiatan sosial, dan ya—aku jatuh cinta pada volunteering, khususnya untuk aksi sosial.

Di sini, aku ingin berbagi sedikit tentang kisahku terlibat dalam community volunteering. Momen yang sangat membekas di ingatanku adalah ketika beberapa waktu lalu, salah satu komunitas sosialku mengadakan kegiatan funtrip ke Kebun Binatang Ragunan dengan mengajak anak-anak dari kawasan lapak pemulung di bilangan Pancoran, Jakarta Selatan. Berfokus pada momen itu, inilah kisah versiku tentang suka dan duka dalam dunia yang satu ini.

1. Memperluas lingkaran pergaulan yang positif

Event baru, relasi baru. Ketemu orang-orang baru yang punya minat sama, kenalan, ngobrol, dan beraksi bareng demi ‘pecahnya’ acara. Jelas ini salah satu benefit paling menarik. Apalagi kalau sampai dapat cem-ceman dari satu event, uhuyy ...

2. Auto cemas kalau lagi bahas masalah dana

Dana. Kalau sudah mikirin ini, rasanya atmosfer jadi redup dengan mudahnya. Masalah yang paling sering muncul adalah kurangnya donasi yang terkumpul untuk menutupi semua biaya acara, meski kami sudah menyebarluaskan postingan open donation di media sosial maupun di lingkungan sekitar kami.

Jadi untuk menyiasati masalah ini, solusi yang kami tempuh antara lain: rutin iuran per bulan, galang dana dengan jualan air minum di car free day, jual baju preloved, merayu keluarga atau relasi dekat untuk turut membantu donasi, serta mencari sponsor. Yang terakhir mungkin adalah faktor yang sangat signifikan. Misalnya saja untuk kegiatan funtrip di Ragunan kemarin, tanpa diduga kami berhasil mendapat angkutan bus gratis, berdus-dus minuman sachet, dan bantuan dana dari salah satu yayasan. Duh, rezeki memang gak kemana, ya!

Dan tahu gak, kegiatan galang dana juga sekaligus bisa mempererat hubungan tim, lho.

3. Berburu ide dan inspirasi demi konsep acara dan rundown

Untuk bagian ini, tanggung jawab terbesar tentu dibebankan kepada divisi acara. BPH lain tentu juga ikut menyuarakan ide, tapi jelas tidak sedetail yang ditanggung divisi acara. Kebetulan dalam funtrip di Ragunan kemarin, aku dipercayakan menjadi koor divisi itu.

Wah, masih ingat betul aku sampai marathon berbagai episode variety show dari Korea Selatan demi terinspirasi konten. Mulai dari tema, konsep, games, hingga susunan acara. Kesulitan lain? Apa lagi, kalau bukan anggota yang sering izin tidak ikut rapat dan jarang merespon saat rapat online. Kalau sudah begini, banyak-banyak elus dada dan luangkan lebih banyak waktu untuk mengurus tupoksi-tupoksi yang terbengkalai, deh.

4. Pengorbanan waktu dan tenaga

Ini sudah pasti. Mulai dari rapat, baik online maupun langsung, kegiatan galang dana, bertemu sponsorship, hingga survey lokasi berkali-kali. Aku saja harus 4 kali ke Ragunan demi memantabkan konsep acara dengan ditemani orang yang berbeda-beda di setiap survey-nya. Untunglah saat itu aku masih dalam masa libur kuliah.

Yang sulit adalah ketika kami butuh anggota untuk bertemu sponsorship, misalnya, namun tidak ada yang bisa karena berbenturan dengan jadwal pribadi kami—atau ada juga yang sebenarnya hanya karena mager. Jadi, yah, lagi-lagi harus ada yang mengalah meninggalkan urusan pribadinya.

(Bagiku pribadi, survey ke Ragunan sama sekali tidak melelahkan. I had so much fun with them!)

5. Hari-H!

Aku masih ingat kegugupanku setiap kali hari-H acara kami tiba, terutama funtrip di Ragunan kemarin. Aku ingat terus menerus melihat rundown, mengingatkan banyak hal ke panitia yang lain, dan bolak-balik nyaris 5 kali untuk menjaga rute permainan berjalan dengan baik. Bahkan gara-gara itu, aku yakin banyak sekali kalori di badanku yang terbakar.

Tapi usaha memang tidak akan mengkhianati hasil. Memang, sih, ada beberapa hal yang melenceng dari rencana. Apalagi saat waktu ISHOMA malah hujan deras, sampai jadwal berikutnya terpaksa mundur sejam dari rundown. Tapi semua emosi dan keringatku rasanya terbayar sepenuhnya saat melihat semua orang tertawa dan bersenang-senang selama acara kami, baik panitia maupun anak-anak sebagai peserta. And what else could I ask for?

6. Mengasah kekuatan, menemukan kelemahan

Mungkin ini manfaat terpenting untuk diri masing-masing dalam mengikuti volunteering. Lewat kegiatan volunteer, kita dituntut untuk mengoptimalkan kemampuan yang kita miliki demi kelancaran acara—dan di saat yang sama, kita dilatih untuk menemukan kelemahan kita sendiri. Entah itu tidak sabaran, kurang bisa mengatur waktu, egois, atau yang lainnya. Dengan kata lain, volunteering membantu kita untuk semakin mengenal diri sendiri serta mengajarkan bagaimana menaklukkan kelemahan menjadi satu halangan yang tidak berarti untuk ke depannya.

Bagaimana, apa kamu tertarik untuk terjun ke dunia volunteer? Atau kamu punya cerita sendiri yang belum terwakilkan lewat tulisan di atas? Yuk, bagi ceritamu dan bersama-sama kita rubah dunia ini perlahan menjadi tempat yang lebih baik untuk semua orang <3.

  727 Views    Likes  

Tips Belajar Efektif Ala Elon Musk

previous post

Kenal Lebih Dekat Dengan Beasiswa OSC Medcom.id
Tips Belajar Efektif Ala Elon Musk

next post

Tips Belajar Efektif Ala Elon Musk

related posts