European Green Deal: Petarung Krisis Lingkungan Eropa

Perubahan iklim merujuk pada perubahan iklim, suhu udara dan curah hujan secara signifikan mulai dari dasawarsa sampai jutaan tahun. Meningkatnya konsentrasi gas karbon dioksida (CO2) dan gas lainnya di atmosfer menyebabkan efek gas rumah kaca, dimana panas bumi terperangkap di atmosfer sehingga mengakibatkan peningkatan suhu bumi. Pengaruhnya sendiri telah begitu besar kita rasakan di seluruh dunia.

Bahkan dikatakan bahwa beberapa bulan terakhir merupakan bulan terpanas, khususnya di Eropa. Sebelumnya, Januari 2016 disebut sebagai bulan terpanas dalam sejarah akibat kombinasi perubahan iklim dan siklus El Nino. Namun kini rekor tersebut dikalahkan oleh Januari 2020—menurut instansi pengamat iklim dari Uni Eropa (UE), Copernicus Climate Change Service. Negara-negara Nordik seperti Denmark, Finlandia, atau Swedia yang dikenal dengan iklim dingin pun mengalami Januari yang sangat panas.

Para ilmuwan memperingatkan resiko peningkatan pemanasan global apabila tidak segera diambil langkah tegas. Kenaikan suhu global tentu memiliki dampak yang menghancurkan bagi alam serta keanekaragaman hayati. Bagi Uni Eropa, sektor perekonomian dan pangan mereka menjadi taruhannya. Karena itu Uni Eropa kemudian berkomitmen untuk menjadi ujung tombak perjuangan global melawan perubahan iklim.

Sikap Uni Eropa ini tidak terlepas dari latar belakang mereka sebagai pioneer industrialisasi di dunia global, yang mengakibatkan kontribusi lebih atas terjadinya kerusakan lingkungan jika dibandingkan dengan wilayah dunia lainnya. Menurut Global Carbon Project, emisi dari bahan bakar fosil dan industri di dunia diduga mencapai 36,81bn ton CO2 (GtCO2) pada 2019. Dari total itu, Uni Eropa berkontribusi sekitar 3,39 Gt CO2.

Eropa menghadapi skala tantangan dan urgensi lingkungan baru yang beresiko luas pada benuanya, seperti cuaca ekstrim, bencana alam, masalah pangan, kesehatan, hingga kerugian pariwisata dan rekreasi. Bahkan Parlemen Eropa telah mendeklarasikan situasi darurat iklim pada 28 November 2019. Tujuannya adalah untuk memastikan sikap tegas Komisi Eropa dalam mencapai target penurunan pemanasan global menjadi di bawah 1,5 derajat Celcius serta pengurangan emisi sebesar 55% di Uni Eropa hingga 2030.

Ambisi lingkungan yang sejalan dengan Perjanjian Paris ini akhirnya mendorong lahirnya European Green Deal pada akhir 2019 lalu. European Green Deal, atau Kesepakatan Hijau Eropa, bertujuan untuk mengubah 27 negara anggota UE dari ekonomi yang tinggi karbon menjadi rendah karbon dengan strategi peralihan ke ekonomi yang dan sirkular, serta mengembalikan keanekaragaman hayati dan mengurangi polusi. Kesepakatan tersebut diusung oleh Presiden Komisi Eropa, Ursula von der Leyen.

Melalui Green Deal, Uni Eropa berambisi untuk memperbaiki iklim hingga tahun 2030 dengan mengurangi 50-55% emisi gas rumah kaca, dan kemudian menjadikan UE kawasan netral karbon pada tahun 2050. Green Deal juga bertujuan melestarikan dan meningkatkan potensi alam Uni Eropa dan melindungi kesejahteraan warga negara dari resiko kerusakan lingkungan. Jelas bahwasanya Uni Eropa berupaya menjadi yang terdepan dalam pembangunan sistem keuangan yang koheren sebagai upaya untuk mendukung pembangunan berkelanjutan.

Sumber gambar:

https://climate.copernicus.eu/surface-air-temperature-january-2020

https://www.euractiv.com/section/energy-environment/news/2020-a-test-year-for-europes-much-vaunted-green-deal/

https://www.theparliamentmagazine.eu/categories/climate-crisis?page=1

  662 Views    Likes  

Cetak Prestasi dengan Strategi Persiapan Ujian Terbaik

previous post

MASIH SEPI PEMINAT? INI DIA KEUNTUNGAN DARI MASUK JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN!
Cetak Prestasi dengan Strategi Persiapan Ujian Terbaik

next post

Cetak Prestasi dengan Strategi Persiapan Ujian Terbaik

related posts