Hidroponik sebagai solusi lahan gersang Untuk Meningkatkan Fungsi tanah

Kekeringan yang terjadi selama musim kemarau telah berdampak besar dibidang pertanian. Fungsi lahan tidak dapat dimanfaatkan secara maksimal mengkibatkan penurunan pendapatan para petani. Selain itu jumlah pasokan pangan nasional juga akan menurun drastis. Dampak dari kurangnya pasokan bahan pangan dari petani adalah tingkat impor yang semakin meningkat. Dikutip dari CNBC Indonesia bawasanya Indonesia kebanjiran impor buah dan sayur yaitu sebesar US$ 118 juta untuk buah-buahan dan US$ 57,9 juta untuk sayuran. Kebutuhan bawang putih memuncaki impor pada tahun 2019 ini. Menurut Dirjen Hortikultura Kementrian Pertanian Prihasto Setyano Indonesia telah mengimpor 600 ribu ton bawang putih. Hal tersebut tentu menjadi ironi ketika Indonesia adalah negara agraris dengan wilayah yang sangat luas. Pemanfaatan lahan yang kurang maksimal dapat dijumpai penulis ketika melakukan perjalanan dari Semarang ke Kabupaten Blora dengan menggunakan kereta api. Sepanjang perjalanan banyak sekali lahan yang terbengkalai dan terlihat sangat kering. Kebanyakan dari lahan tersebut hanya di tanamami jagung, kedelai, dan tembakau. Hasilnyapun tidak terlalu bagus untuk bisa dipasarkan kepada konsumen. Pengetahuan para petani yang sangat minim mengenai teknologi pertanian juga menjadi salah satu penyebab menurunnya jumlah bahan pangan di Indonesia. Hal tersebut diperparah dengan ketidakpedulian dari para pemuda desa. Kebanyakan dari mereka lebih memilih untuk merantau ke kota untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baik. Bidang pertanian dianggap sesuatu yang membosankan dan tidak dapat meningkatkan perekonomian mereka dengan cepat. Sehingga yang tersisa hanyak para orang tua yang pengetahuan mengenai inovasi dan teknologi sangat minim, akibatnya mereka tetap menggunakan sistem pertanian tradisional yang masih mengandalkan cuaca. Kemudian apabila para orang tua ini telah meninggal dunia tidak ada yang menggantikannya. Sehingga akan banyak dijumpai lahan yang terbengkalai. Hal tersebut akan menjadi sangat berbahanya apabila ada perusahaan besar yang datang untuk mengambil alih lahan-lahan mereka tersebut. Permasalahan lahan gersang yang terbengkalai menjadi ironi tersendiri di negara agraris ini. Impor bahan pangan bukanlah solusi terbaik dalam menyelesaikan permasalahan ini. Namun harus ada perubahan terhadap sistem pertanian yang ada di Indonesia. Sistem tradisional harus segera ditinggalkan digantikan dengan sistem yang lebih modern. Sistem yang ditawarkan penulis dalam menyelesaikan permasalahan tersebut adalah dengan menerapkan sistem Hidroponik pada lahan yang gersang tersebut. Hidroponik adalah budidaya menanam dengan memanfaatkan air tanpa menggunakan tanah dengan menekankan pada pemenuhan kebutuhan nutrisi bagi tanaman. Kebutuhan air pada hidroponik lebih sedikit dari pada kebutuhan air pada budidaya dengan tanah. Hidroponik mengunakan air akan lebih efisien, jadi sangat cocok diterapkan pada daerah yang memiliki pasokan air yang terbatas (Wikipedia). Dengan menggunakan teknik hidroponik dimanapun tumbuhnya sebuah tanaman akan tumbuh dengan baik, karena pada dasarnya yang dibutuhkan oleh tanaman adalah nutrisi yang ada di dalam tanah bukan tanahnya itu sendiri. Tanah hanya sebagai media tanamnya. Dalam konteks ini fungsi dari tanah adalah untuk penyangga tanaman dan air yang ada merupakan pelarut nutrisi, untuk kemudian bisa diserap tanaman. Hal ini akan menjadi sangat sulit apabila tanahnya sangat gersang, jauh dari sumber air, dan sulit untuk menyimpan air. Oleh karena itu hidropinik adalah sistem yang sangat cocok untuk diterapkan pada era ini menggantikan sistem tradisional yang selama ini tidak mampun untuk memaksimalkan fungsi tanah dan hanya bergantung pada musim saja. Hidroponik merupakan salah satu jalan keluar bagi permasalahan pertanian di Indonesia, tidak hanya permasalahan lahan yang kering dan gersang, namun juga karena sistem hidroponik tidak akan mengenal musim, dapat menampung jumlah tanaman lebih banyak, tanaman yang dihasilkan lebih bagus, tidak mudah terserang hama, dan mampu menghemat air hingga 90% dibanding teknik penanaman yang biasa, karena air yang digunakan tidak terbuang percuma, air tesebut akan selalu berputar dalam siklus yang membawa nutrisi dengan takaran yang telah diracik sebelumnya. Hidronik mampu menjadi alternative pertanian berkelanjutan di masa depan. Hal ini dibuktikan dengan berkembangnya budidaya hidroponik di negara-negara besar seperti Belanda, Ingris, dan Jepang. Negara besar ini masih mempercayakan sistem hidroponik sebagai teknik pertanian yang mampu untuk mengoptimalkan kualitas dan kuantitas tanaman. Bahkan di Belanda teknik hidroponik telah dilengkapi dengan sinar ultraviolet dan LED (Light Emitting Diode) yang membuat petani bisa bercocok tanam sepanjang tahun, bahkan ketika musim salju.Menurut Badan Pangan Dunia FAO telah mendapuk sistem hidroponik sebagai jawaaban atas kebutuhan gizi masyarakat di Negara miskin atau usai dilanda perang (trubus-online.co.id) Selain untuk memaksimalkan fungsi pada lahan yang kering, sistem hidroponik juga mampu mengatasi masalah kekurangan lahan yang saat ini semakin sempit. Pada sistem ini, alat yang dibutuhkan antara lain: paralon, pompa air, nutrisi, rak, bibit dan air itu sendiri. Untuk pembuatan rangkaian pertama mungkin akan terasa mahal dan sulit bagi para petani. Namun melihat keuntungan yang lebih besar di belakang hari tentu sistem hidroponik ini adalah solusi bagi lahan kering yang tidak banyak menyumbang pendapatan bagi para petani. Karena rumitnya sistem ini bagi para petani yang notaabennya sangat awam dengan teknologi pemberdayaan oleh para pemuda khususnya sarjana pertanian dan mahasiswa secara umum tentu akan sangat membantu pelaksanaan sistem hidroponik ini. Pemberdayaan tersebut meliputi: bagaimana merangkai paralon hidroponik, bagiamana cara pembibitan, berapa jumlah nutrisi yang dibutuhkan untuk tanaman tersebut, bagaimana pemanenan dan pengemasan, dan bagaimana memasarkan hasil pertanian hidroponik tersebut. Kegiatan pemberdayaan tersebut diharapkan mampun untuk menjawab semua pertanyaan itu. Pendampingan sangat diperlukan untuk mengurangi resiko kegagalan dan kerugian, karena seperti yang kita tahu bawasannya penanaman dengan sistem hidroponik membutuhkan biaya yang cukup mahal. Dikutipdari detik.com petani dengan menggunakan sistem hidroponik telah meraup untung yang sangat besar, seperti Bapak Dedy dari Ponorogo.Beliau menyulap lahan miliknya menjadi lahan pertanian hidroponik. Di lahannya seluas 400x350 meter tersebut ia mampu meraup keuntungan Rp 25.000.000,00 sampai Rp 30.000.000,00 dengan budidaya melon yang digelutinya. Keuntungan tersebut merupakan keuntungan penjualan di pasar domestik, tentu jika sudah merambah keekspor keuntungannya akan naik pesat. Tanaman hidroponik yang berkualitasakan sangat mudah untuk merambah pasar Internasional, sehingga hal tersebut akan mendukung Indonesia dalam partisipasinya di dunia perdagangan internasional sertatentunya akan meningkatkan devisa Negara Indosesia sendiri. Jadi teknik hidroponik merupakan jawaban dari semua masalah pertanian yang ada di Indonesia, baik permasalahan lahan kering, cuaca yang ekstrim, lahan sempit, hama yang semakin merajalela dan permasalahan akan kebutuhan pangan yang terus meningkaat. Namun sistem hidroponik yang sedikit rumit bagi petani yang notabennya masih awam dengan teknologi pertanian tentu harus ada pendampingan dan pemberdayaan masyarakat oleh para pemuda terutama mahasiswa yang mampun untuk menyediakan fasilitas tersebut. Melihat keuntungan yang jauh lebih besar dibandingkan dengan pertanian dengan sistem konvensional tidak mengherankan jika negara-negara besaar seperti Belanda, Ingris, dan Jepang mempercayakan sistem hidroponik sebagai teknik pertanian yang mampu diterapkan secara berkelanjutan.

  5396 Views    Likes  

Tips Belajar Efektif Ala Elon Musk

previous post

Kenal Lebih Dekat Dengan Beasiswa OSC Medcom.id
Tips Belajar Efektif Ala Elon Musk

next post

Tips Belajar Efektif Ala Elon Musk

related posts