“Jangan pakai bawang putih di menu!” Itulah perintah tegas Anna Wintour, otak di balik Met Gala, untuk menjaga aroma elegan acara fesyen paling prestisius di dunia. Di tengah gemerlap gaun haute couture dan aksesori miliaran rupiah, Met Gala 2025 kembali jadi sorotan. Tapi, apakah acara ini benar-benar tentang seni fesyen, atau hanya panggung kemewahan yang bikin orang biasa geleng kepala? Yuk, kita kupas tuntas!
Met Gala: Panggung Fesyen atau Drama Elitis?
Met Gala, yang diadakan setiap tahun di Metropolitan Museum of Art, New York, adalah acara penggalangan dana untuk Costume Institute sekaligus pameran fesyen paling ditunggu. Tahun 2025, tema “Superfine: Tailoring Black Style” mengundang interpretasi beragam tentang fesyen Afrika-Amerika. Namun, seperti biasa, sorotan justru tertuju pada siapa yang pakai apa dan kontroversi di belakangnya.
Menurut Vogue (2025), Anna Wintour, sang pengatur acara, punya aturan ketat: tidak ada bawang putih, bawang bombai, atau kucai di menu untuk menjaga “estetika”. Ini cerminan betapa Met Gala bukan cuma soal gaun, tapi juga kontrol total atas citra. “Ini seperti teater, di mana setiap detail dirancang untuk memukau,” kata kritikus fesyen Vanessa Friedman (Sumber: The New York Times, 2025).
Highlight Fesyen yang Bikin Heboh
Met Gala 2025 menghadirkan momen fesyen yang viral di media sosial:
1. Anne Hathaway: Memukau dengan kalung Cartier bertatahkan berlian senilai $20 juta, dipadukan dengan gaun Versace yang terinspirasi dari estetika Harlem Renaissance.
2. A$AP Rocky: Menggebrak dengan payung bertahtakan berlian dari Chopard, disebut sebagai “aksesori paling ekstra” tahun ini.
3. Zendaya: Sebagai co-chair, ia tampil dengan gaun Thom Browne yang menggabungkan kain tradisional Afrika dengan siluet avant-garde, dipuji sebagai “masterpiece budaya”.
Tapi, di balik kemewahan, ada kritik. Banyak netizen di X menyebut Met Gala “pameran orang kaya yang terputus dari realitas”. Harga tiket $75.000 per orang dan gaun yang harganya bisa membeli rumah bikin acara ini terasa eksklusif, bahkan buat selebriti kelas menengah.
Gen Z dan Fesyen Met Gala: Inspirasi atau Tekanan?
Bagi Gen Z, Met Gala adalah sumber inspirasi sekaligus kontradiksi. Di TikTok dan Instagram, tagar #MetGala2025 mencatatkan 2 miliar views, dengan banyak kreator muda mencoba “recreate” look selebriti pakai bahan murah. Tapi, ada juga yang merasa tertekan oleh standar kemewahan yang tak realistis.
Menurut Dr. Carolyn Mair, psikolog fesyen, “Met Gala memperkuat narasi bahwa fesyen adalah tentang status, bukan ekspresi diri. Ini bisa memicu insecurity, terutama pada generasi muda” (Sumber: Fashion Psychology, 2018). Contoh nyata: banyak Gen Z di X mengeluh merasa “kurang” karena tak bisa mengikuti tren fesyen cepat yang terinspirasi Met Gala.
“Tapi Kan Cuma Hiburan…”
Benar, Met Gala memang hiburan dan bisnis besar. Acara ini menghasilkan jutaan dolar untuk Costume Institute, tapi juga jadi ajang promosi merek fesyen kelas atas seperti Gucci, Prada, dan Dior. Namun, kritik muncul soal keberlanjutan: gaun sekali pakai dan jet pribadi para tamu bertentangan dengan tren fesyen ramah lingkungan yang digaungkan Gen Z.
Desainer Stella McCartney, yang dikenal dengan fesyen berkelanjutan, bilang: “Fesyen harusnya merayakan kreativitas, bukan cuma kemewahan yang boros” (Sumber: Interview dengan WWD, 2025).
Lawan Narasi Elitis dengan Kreativitas
Buat Gen Z yang ingin terinspirasi tanpa terjebak glorifikasi kemewahan, ini beberapa langkah:
1. Eksplorasi second-hand: Thrift shopping bisa hasilkan look unik tanpa merusak dompet.
2. Fokus pada cerita: Fesyen adalah tentang ekspresi, bukan harga. Pakai apa yang mencerminkan dirimu.
3. Dukung desainer lokal: Indonesia punya talenta seperti Didit Hediprasetyo yang tak kalah dari desainer global.
Fesyen Dunia Bergerak ke Mana?
Met Gala 2025 menunjukkan bahwa fesyen dunia masih terpaku pada kemewahan, tapi ada perubahan. Desainer muda seperti Kenneth Ize, yang mengusung kain tradisional Nigeria, mulai dilirik. Gen Z juga mendorong fesyen yang lebih inklusif dan berkelanjutan, dengan 73% anak muda memilih merek yang peduli lingkungan (Sumber: McKinsey Fashion Report, 2024).
Kata Andre Leon Talley, mantan editor Vogue: “Fesyen adalah cermin zaman. Ia harus relevan, bukan cuma indah” (Sumber: The Gospel According to André, 2018). Met Gala mungkin glamor, tapi masa depan fesyen ada di tangan mereka yang berani beda, termasuk kamu!
Jadi, Met Gala Itu Apa Sih?
Met Gala bukan cuma karpet merah, tapi cerminan kompleksitas fesyen: seni, bisnis, dan budaya. Buat Gen Z, ini bisa jadi inspirasi untuk berkreasi, tapi juga pengingat untuk tak terjebak standar yang tak realistis. Jadi, apa pendapatmu soal Met Gala 2025?
Sumber:
1. Vogue (2025). Met Gala 2025: Superfine Recap.
2. The New York Times (2025). Vanessa Friedman, “The Theater of Met Gala”.
3. Mair, C. (2018). Fashion Psychology.
4. WWD (2025). Interview with Stella McCartney.
5. McKinsey (2024). The State of Fashion Report.
6. Talley, A. L. (2018). The Gospel According to André.