Rendahnya Literasi di Indonesia

Katanya, buku adalah jendela dunia. Tapi masyarakat Indonesia masih acuh terhadap budaya membaca. Masyarakat Indonesia kekurangan waktu dan juga akses untuk membaca buku, sehingga budaya literasi masyarakat masih tergolong rendah. Bahkan berdasarkan survei di berbagai lembaga internasional. Indonesia masih kalah jauh dengan negara lain dalam hal budaya membaca.

Selain adanya pengakuan tersebut, Indonesia masih harus menelan pil pahit untuk menerima kenyataan bahwa ternyata masih banyak pendidik atau guru dan juga para pejabat di pemerintahan yang belum memahami mengenai literasi. Programme for International Student Assessment (PISA) menyatakan hasil penelitiannya yang meunjukkan bahwa pada tahun 2012, masyarakat Indonesia menyandang predikat sebagai masyarakat dengan budaya literasi terburuk kedua dari 65 negara lainnya. Indonesia berada pada posisi 64 dari 65 negara tersebut, sedangkan negara Vietnam berada pada posisi 20 besar.

PISA juga menemukan fakta lain pada penelitian yang sama, dimana siswa Indonesia menampati urutan 57 dari 65 negara yang diteliti. PISA menyarakan bahwa tidak ada salah satu siwa yang mendapatkan nilai literasi pada tingkat 5. Hanya 0,4 persen siswa yang hanya menerapkan budaya literasi tingkat empat, selebihnya ada di posisi tingkat tiga hingga tingkat satu. Selain penelitian dari PISA, pada tahun 2012, UNESCO juga menyatakan bahwa indeks minat baca di Indonesia masih 0,001. Hal tersebut berarti dalam 1000 penduduk, hanya satu orang yang punya minat membaca. Angka UNDP juga menunjukkan tingkat angka melek huruf orang di Indonesia hanyalah 65,5 persen. Dibandingkan Malaysia yang sudah mencapai hingga 86,4 persen.

Budaya literasi di Indonesia yang sangat rendah ini disebabkan oleh pendidikan serta para pejabat yang juga tidak memahami budaya literasi. Sehingga literasi tidak menjadi bagian dari materi yang diajarkan, contohnya Kurikulum 2013. Selain itu, rendahnya budaya literasi disebabkan karena masyarakat Indonesia cenderung punya budaya menonton yang tinggi. Mereka lebih mengutamakan menonton televisi atau gadget daripada membaca dan menulis, terutama anak-anak sekolah jaman sekarang yang sudah dikelilingi oleh berbagai macam teknologi yang canggih. Jumlah waktu yang digunakan anak Indonesia sudah habis untuk hal lain diluar kegiatan membaca. Mereka menonton televisi selama 300 menit per hari. Jika dibandingkan dengan anak-anak di luar neger yang rata-rata waktu untuk menonton tv hanya 100 menit per hari.

Contoh negara yang angka menontonnya rendah ialah Australia, Amerika dan Kanada. Solusi untuk meningkatkan budaya literasi adalah setiap daerah dapat memiliki program yang dapat meningkatkan minat membaca dan menulis bagi anak dan seluruh masyarakatnya. Program ini dapat diterapkan secara berkelanjutan baik di instansi pendidikan, kantor, bimbel dan lain sebahgainya. Adapula solusi lain yaitu mengadakan perpustakaan berjalan secara gratis. Kegiatan ini dapat diimplementasikan dengan mewajibkan seluruh penduduk untuk membaca 15 menit per hari.

Dengan adanya kebijakan tersebut, maka akan mendorong peningkatan minat membaca dan budaya literasi di Indonesia sehingga generasinya semakin berkualitas dan siap untuk menghadapi persaingan di masa depan. Harapannya, kedepan pemerintah dan juga elemen pendidikan mampu bersinergi bersama untuk mendorong peningkatan minat membaca anak sejak dini, mampu menyadarkan para orang tua dan maysarakat mengenai pentingnya membaca dan memberikan sumbangan buku bagi anak-anak di Indonesia.

Penting bagi pemerintah pula untuk menamkan persepsi bahwa membaca itu asik dan memberikan manfaat dan dampak positif yang banyak. Dengan membaca, kita bisa melihat dunia.

  347 Views    Likes  

Tips Belajar Efektif Ala Elon Musk

previous post

Kenal Lebih Dekat Dengan Beasiswa OSC Medcom.id
Tips Belajar Efektif Ala Elon Musk

next post

Tips Belajar Efektif Ala Elon Musk

related posts