Kesulitan-Kesulitan yang Dihadapi oleh Pembelajar BIPA

Program Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (BIPA) adalah program pembelajaran keterampilan berbahasa Indonesia (berbicara, menulis, membaca, dan mendengarkan) bagi penutur asing. BIPA bertujuan untuk menyebarluaskan Bahasa Indonesia, menyampaikan berbagai informasi tentang Indonesia, termasuk memperkenalkan masyarakat dan budaya Indonesia. Keistimewaan dari BIPA adalah pada pembelajarannya, pembelajar tidak hanya mempelajari Bahasa Indonesia tetapi juga kebiasaan, adat istiadat atau budaya yang menyertainya serta mengajak pembelajar untuk langsung melakukan aktivitas di masyarakat sekitar kampus maupun dengan melakukan kunjungan ke tempat-tempat tertentu, seperti pasar, wisata kuliner, tempat komunikasi aktif layanan umum, sawah, desa, obyek wisata, dan lain-lain.

Identitas kultural Indonesia sudah seharusnya disertakan dalam pembelajaran. Menurut Lestyarini (2012: 3), dengan mempelajari konteks budaya, kehidupan sosial masyarakat Indonesia, dan norma-norma sebagai nilai entitas masyarakat, penutur asing dapat mempelajari karakter Indonesia yang merupakan syarat mutlak yang harus dilakukan atau dikenal dengan istilah sine qua non untuk mempelajari Bahasa Indonesia. Pengembangan budaya yang perlu diajarkan adalah tentang bagaimana hidup atau menempatkan diri dalam kehidupan berkeluarga, berteman, bermasyarakat, dan sopan-santun dalam pergaulan, hal ini bertujuan agar para pembelajar BIPA mampu berbahasa Indonesia sesuai situasi dan kondisi.

Pengajaran BIPA berbeda dengan pengajaran Bahasa Indonesia bagi penutur asli (Muliastuti, 2016: 4-5). Salah satunya terlihat dari para pembelajar BIPA yang telah memiliki bahasa pertama dan memiliki latar belakang budaya yang berbeda dan usia pembelajar BIPA yang beragam juga menentukan kelancaran dalam proses pembelajaran BIPA, hal tersebut dikarenakan akan berpengaruh pada pendekatan, metode, teknik, dan media yang akan digunakan dalam proses pembelajaran. Berdasarkan kemampuannya, BIPA dibagi menjadi tiga tingkatan, yaitu tingkat pemula, tingkat menengah, dan tingkat lanjut. Hal ini berpengaruh pada perbedaan materi bacaan yang digunakan dalam proses belajar mengajar. Contohnya, untuk bahan bacaan bagi tingkat pemula, biasanya diambil dari bacaan majalah anak, buku Bahasa Indonesia Sekolah Dasar, atau mungkin bacaan yang disusun sendiri oleh pengajarnya, sedangkan untuk tingkat menengah dan lanjut, materi bacaannya diambil dari surat kabar atau majalah.

Dalam mempelajari Bahasa Indonesia, tentu saja pembelajar BIPA menemui kesulitan-kesulitan. Setelah saya melakukan wawancara dengan beberapa para pengajar BIPA dan menganalisis video-video dari Youtube mengenai pengalaman dari para pembelajar BIPA, saya menemukan beberapa kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh para pembelajar BIPA, berikut ini adalah penjelasan beberapa kesulitan tersebut.

Kesulitan menggunakan imbuhan atau afiks. Imbuhan adalah bunyi yang ditambahkan pada kata dasar, yang berfungsi untuk mengubah makna dari kata dasarnya. Imbuhan terbagi menjadi empat, yaitu: awalan (prefiks), sisipan (infiks), akhiran (sufiks), gabungan awal dan akhiran (konfiks). Mari kita mengambil contoh dari kata ‘kenal’. Apabila diberi imbuhan, akan menjadi: mengenal, dikenal, terkenal, berkenalan, perkenalan, perkenalkan, dikenali.

Seorang pembelajar BIPA yang berasal dari negara Brasil menyatakan bahwa dia tidak dapat membedakan makna dari kata mengenal dan berkenalan. Keduanya berasal dari kata dasar yang sama, yaitu “kenal,” namun setelah ditambahi imbuhan, menjadi dua kata yang memiliki makna yang berbeda.

Hal ini sering terjadi dikalangan pembelajar BIPA, dikarenakan mereka belum menguasai kosakata (Hidayat dalam Sunendar Inskandarwassid, 2013:273). Hal ini menjadi penghambat bagi para pembelajar dalam memahami suatu teks bacaan. Mereka akan menemui banyak sekali kosakata baru dan panjang-panjang. Kosa kata panjang-panjang yang dimaksud adalah kosakata dasar yang mereka sendiri belum tahu artinya, ditambah dengan penggabungan afiks, yang akhirnya menjadi sebuah kata panjang.

Salah satu solusi yang dapat dilakukan yaitu pengajar BIPA dapat menunjukkan secara visual mengenai kegiatan dari kata yang maknanya tidak dimengerti oleh pembelajar BIPA. Jika dikaitkan dengan budaya, solusi yang bisa dilakukan adalah mengenalkan budaya yang ada sambil menerangkan materi. Contohnya, ketika Hari Raya Idul Fitri, beberapa masyarakat masih bersilahturahmi kepada keluarga mereka, dimana keluarga yang lebih muda berkeliling untuk mengunjungi keluarga yang lebih tua dari rumah ke rumah untuk bermaaf-maafan, berbincang-bincang, dan menikmati hidangan bersama-sama. Sedangkan keluarga yang dikunjungi, akan menyiapkan berbagai macam masakan, mulai dari rendang sapi, mie goreng, ayam goreng, dan lain sebagainya. Pengajar BIPA dapat memasukkan kegiatan “menyiapkan makanan” ke dalam materi imbuhan. Contohnya, dalam menyiapkan makanan, Ibu harus melakukan pekerjaan yang namanya /me/masak, sebelum /me/masak, ibu harus pergi ke pasar terlebih dahulu untuk /mem/beli bahan-bahan masak/an/ yang /di/butuh/kan/. Ketika Ibu mulai /me/masak, t/el/unjuk ibu /ter/iris pisau.

Lalu dari narasi atau visualisasi tadi, pengajar BIPA dapat mulai menjelaskan perbedaan masing-masing kata dan mengklasifikasikan kata mana yang termasuk prefiks, sufiks, konfiks, dan infiks. Contohnya:

Prefiks: /me/masak, /mem/beli, /ter/iris

Sufiks: masak/an/

Konfiks: /di/butuh/kan

Infiks: t/el/unjuk

Setelah mengklasifikasikan, pengajar BIPA bisa mulai menjelaskan perbedaan masing-masing, misalnya:

Kata berawalan imbuhan /me/ dan /mem/ menunjukkan bahwa kata tersebut merupakan kata kerja.

Kata berawalan imbuhan /ter/ bisa memiliki 4 makna, yaitu:

Paling atau sangat: /ter/panjang, /ter/kecil, /ter/pandai.

Dapat atau berhasil (biasanya didahului oleh kata tidak): terhalang, termakan, terminum.

Tidak disengaja: terbakar, tertukar, tersentuh.

Tiba-tiba: terlena, terjatuh.

Untuk kata /ter/iris pada narasi di atas, termasuk ke dalam makna yang tidak disengaja.

Imbuhan /di/-/kan/ pada kata butuh, merupakan bentuk pasif dari kata membutuhkan.

Imbuhan /el/ mengubah kata dasar tunjuk menjadi t/el/unjuk.

Imbuhan /-an/ pada masak/an/ mengubah kata kerja menjadi kata benda.

 

Dengan menarasikan, memvisualisasikan, dan menjelaskan sesuai pengklasifikasiannya, akan mempermudah pembelajar BIPA untuk memahami sebuah kata berimbuhan karena mereka dapat membayangkan dan/atau mempraktikkan kata tersebut.

 

Kesulitan dalam pelafalan. Ini biasanya disebabkan oleh perbedaan sistem bahasa (Suyitno, 2000). Faktor lainnya adalah karena adanya pengaruh bahasa ibu. Siswa BIPA yang berasal dari Korea dan Jepang biasanya mengalami kesulitan pada pelafalan /r/. Sedangkan siswa BIPA dari Brasil, mengalami kesulitan pada pelafalan huruf /h/, dikarenakan dalam bahasa utama yang dia pakai, penggunaan huruf /h/ sangat jarang ditemukan. Kemudian, kebanyakan para pembelajar BIPA mengalami kesulitan dalam melafalkan konsonan ganda seperti /ng/. Konsonan ganda dan diftong (vokal ganda) sudah masuk di dalam prawacana pembelajaran Bahasa Indonesia di dalam modul BIPA 1 terbitan Badan Pengembangan Bahasa dan Perbukuan. Ini menunjukkan bahwa pembelajaran pelafalan konsonan ganda dan diftong sebagai salah satu hal penting dalam BIPA.

 

Contoh kesulitan dalam melafalkan konsonan ganda /ng/ misalnya:

De/ng/an dibaca de/ngg/an.

Jagu/ng/ dibaca ja/ngg/u/n/.

/ng/e/ng/at dibaca /ny/e/ngg/at.

/ng/ebut dibaca /ngg/ebut atau /ny/ebut.

 

Untuk membantu pengucapan bunyi /r/, pembelajar bisa melatihnya dengan terus mengucapkan “arrerrerreu,”  bunyi /r/ merupakan bunyi getar rongga-gigi, dihasilkan dengan cara menggetarkan lidah pada langit-langit mulut dekat gigi.

Sedangkan untuk pelafalan bunyi /h/, jika /h/ terletak di antara dua vokal yang sama, maka harus di lafalkan dengan jelas, contohnya: tahan, mahal, jahat. Namun apabila /h/ terletak di antara dua vokal yang berbeda, maka /h/ dilafalkan dengan lemah atau hampir tidak terdengar, maka umumnya, akan berbunyi /w/ atau /y/ contohnya: pahit (dibaca: payit), tahun (dibaca: tawun), lihat (dibaca: liyat), tapi hal ini tidak berlaku bagi kata serapan, karena kata serapan dibaca sesuai dengan lafal bahasa asalnya.

Untuk pengucapan /ng/, pengajar dapat memperkenalkan dahulu contoh kata /ng/ di awal kata, di tengah kata, dan di akhir kata. Kemudian membandingkan pengucapan kata dengan konsonan ganda /ng/ dan kata yang memiliki double /g/ seperti kata ‘dengan’ dan ‘panggang’.

Kesulitan kebakuan gaya bahasa. Para pembelajar BIPA mengalami kebingungan atas perbedaan bahasa yang mereka pelajari di kelas BIPA dan ketika mereka membaca teks atau buku yang menggunakan bahasa baku dan formal sesuai EYD dan KBBI, karena ketika mereka berinteraksi secara langsung dengan orang lokal, mereka akan menemukan banyak sekali kesulitan, mereka akan selalu menemukan kosakata-kosakata baru yang tidak termasuk bahasa baku. Akan banyak sekali kosakata yang berdasarkan dari bahasa daerah atau bahasa gaul yang seringnya disingkat-singkat dan dicampur dengan bahasa Inggris.

Ketika mereka berinteraksi secara online (chatting), mereka akan kesulitan membaca teks yang disingkat-singkat, seperti, “km prgi kmna?” Kemudian ketika mereka menemukan kalimat yang mengandung kata-kata “kok, sih, nih, deh, dong” mereka kurang paham penempatan dan penggunaan kata-kata tersebut.

Agar pembelajar dapat memahami bentuk singkatan tersebut, proses pembelajaran dapat dilakukan dengan cara permainan. Permainan yang bisa dilakukan adalah pengajar menyiapkan beberapa potongan kertas yang bertulisan kata-kata singkatan. Kemudian pengajar mengucapkan satu kalimat, contohnya, “aku sudah makan, nih, kalau kamu sudah makan belum?” Dari kalimat tersebut, pembelajar diminta untuk menyusun potongan-potongan kertas yang berisi kata-kata singkatan sesuai kalimat yang sudah diucapkan oleh pengajar. Jika pembelajar dapat menyusun dengan benar, maka susunan kalimat singkatannya menjadi, “aku sdh mkn, nih, klo km sdh mkn blm?”

Kemudian solusi lainnya pengajar dapat membiasakan berkomunikasi melalui grup chatting dengan bahasa gaul dan disingkat. Sehingga pembelajar terbiasa membaca bahasa gaul tersebut.

Kesulitan kosakata. Menurut para pembelajar BIPA, Bahasa Indonesia itu sangat luas, maksudnya adalah, banyak Bahasa Indonesia yang diserap dari bahasa lain. Hal ini menjadi kemudahan bagi mereka ketika mereka menemui bahasa yang diserap dari bahasa utama mereka. Contohnya adalah pembelajar BIPA dari Brasil yang bahasa utamanya adalah Bahasa Portugis, yang mana Bahasa Indonesia sendiri banyak menyerap kata dari Bahasa Portugis. Namun pembelajar BIPA dari Brasil tersebut mulai kesulitan ketika menemukan kosakata-kosakata yang diserap dari bahasa asing negara lain.

Kesulitan lain yang ditemui pembelajar BIPA dalam hal kosakata adalah mereka sulit mengingat dan menghafalkan beberapa kosakata yang secara penulisan mirip tapi memiliki makna yang berbeda. Contohnya adalah kata ‘kelapa’ dan ‘kepala’.

Hal yang bisa dilakukan oleh pengajar BIPA adalah rutin memberikan kosakata Indonesia beserta artinya dalam bahasa utama yang digunakan pembelajar BIPA dan kemudian melakukan tes lisan untuk mengukur sudah hafal dan paham berapa kosakata Indonesia. Secara spesifik, strateginya adalah sebagai berikut:

Pertemuan 1:

Pengajar BIPA dapat memberikan sebuah teks berkaitan dengan budaya Indonesia, kemudian pengajar BIPA bersama-sama dengan pembelajar BIPA mengidentifikasi kosakata mana yang sulit. Setelah itu, pengajar BIPA menuliskan sebanyak-banyaknya 25 kosakata Indonesia beserta terjemahan dalam bahasa utama yang digunakan pembelajar BIPA dan membacakan kosakata tersebut yang nantinya ditiru oleh pembelajar BIPA agar para pembelajar BIPA mengerti bagaimana cara melafalkannya. Selanjutnya, pengajar BIPA meminta para pembelajar untuk menghafalkan kosakta tersebut, karena di pertemuan selanjutnya akan dilakukan tes lisan

Pertemuan 2:

Seluruh pembelajar BIPA diminta untuk bangkit dari tempat duduknya. Kemudian pengajar BIPA mulai menanyakan satu per satu pembelajar dengan satu kosakata dalam bahasa utama pembelajar BIPA yang kemudian akan dijawab dengan terjemahan Bahasa Indonesianya. Bagi yang bisa menjawab dengan benar, dipersilahkan untuk duduk. Bagi yang tidak bisa menjawab, diberi sanksi ringan sesuai kesepakatan kelas.  Pengajar dapat melakukan hal tersebut dalam beberapa kali putaran.

Pertemuan 3:

Seluruh pembelajar BIPA diminta untuk bangkit dari tempat duduknya. Pengajar BIPA mulai menanyakan satu per satu pembelajar dengan satu kosakata dalam Bahasa Indonesia yang kemudian akan dijawab dengan terjemahan bahasa utama pembelajar BIPA. Bagi yang dapat menjawab dengan benar, dipersilahkan untuk duduk. Bagi yang tidak bisa menjawab, diberi sanksi ringan sesuai kesepakatan kelas. Pengajar dapat melakukan hal tersebut dalam beberapa kali putaran.

Pertemuan 4:

Di pertemuan ke-4, pengajar melakukan tes tertulis atau lisan (pilihan). Jika melakukan tes tertulis, terdapat 20 soal, misal di 10 soal pertama, pengajar menyebutkan kosakata dalam Bahasa Indonesia kemudian pembelajar menuliskan artinya dalam bahasa mereka. Sedangkan 10 soal selanjutnya, pengajar menyebutkan kosakata dalam bahasa pembelajar, kemudian pembelajar menuliskan artinya dalam Bahasa Indonesia. Namun jika pengajar memilih untuk melakukan tes lisan, pengajar dapat melakukannya dengan tes mengeja. Pengajar menyebutkan kosakata dalam bahasa utama pembelajar, kemudian pembelajar mengeja kosakata tersebut dalam Bahasa Indonesia. Kemudian pengajar dapat memberikan poin tambahan pada pembelajar yang mendapatkan nilai 100 atau sempurna sebagai reward.

Pertemuan 5:

Pertemuan ini pengajar kembali memberikan kosakata-kosakata baru dan pengajar bisa mulai menambah jumlahnya, misalnya semula 25 kosakata, menjadi 40 kosakata. Untuk pertemuan selanjutnya, dilakukan seperti pertemuan 3 sampai 5.

Kesulitan struktur kalimat. Aspek pembelajaran yang harus dikuasai oleh pembelajar penutur BIPA adalah pembelajaran tentang struktur kalimat dalam berbahasa (Sitaresmi, 2017). Penguasaan struktur kalimat sangat berhubungan dengan kemampuan mental seseorang, yakni bersifat saling menyebabkan. Maknanya, kualitas dan kuantitas penguasaan struktur kalimat penutur akan turut menentukan kadar kemampuan berbahasa (Fardillah, 2017).

Struktur kalimat yang dimaksud adalah ketika mereka belajar mengenai SPOK, bagi para penutur asing dari negara Korea dan Jepang, struktur kalimat mereka adalah objek dahulu yang disebutkan. Maka dari itu mereka kesulitan menyusun kalimat dalam Bahasa Indonesia yang mana seringnya menyebutkan subjek terlebih dahulu.

Untuk hal ini, pengajar BIPA dapat melakukan sebuah permainan, contohnya menyusun kalimat dan mengidentifikasi struktur SPOK pada kalimat tersebut. Pengajar dapat menjelaskan terlebih dahulu mana yang dapat dikatakan subjek, predikat, objek, atau keterangan. Setelah itu, pengajar menyiapkan satu kalimat, kemudian meminta pembelajar untuk mengidentifikasi SPOK.

Kesulitan dalam mendengarkan orang Indonesia berbicara. Bagi para pembelajar BIPA, orang Indonesia berbicara sangat cepat, jadi ketika mereka ketinggalan ritmenya, maka mereka akan kewalahan.

Solusi yang bisa diterapkan adalah, mengajak dan/atau menyuruh pembelajar BIPA untuk menonton film berbahasa Indonesia atau memperdengarkan lagu Bahasa Indonesia kepada mereka. Sebagai contoh, pengajar bisa membagikan teks dialog rumpang. Kemudian pengajar bersama-sama dengan para pembelajar menonton atau mendengarkan dialog melalui proyektor LCD atau speaker, audio dialog diputar sebanyak dua kali, kemudian para pembelajar diminta untuk mengisi teks yang rumpang dengan kata yang sudah mereka dengar dari audio dialog tadi.

Pengajar juga bisa mengajak para pembelajar untuk mengunjungi tempat-tempat di lingkungan sekitar, seperti pasar, wisata kuliner, museum dan lain sebagainya dengan tujuan untuk membiarkan pembelajar BIPA berinteraksi dengan masyarakat sekitar sehingga membiasakan mereka untuk mendengar orang Indonesia berbicara.

Kesimpulannya, dalam mempelajari Bahasa Indonesia, para pembelajar BIPA banyak menemukan kesulitan-kesulitan, diantaranya: imbuhan, pelafalan, kebakuan bahasa, kosakata, struktur kalimat, pengucapannya yang cepat.

Oleh karena itu para pengajar BIPA juga harus pintar-pintar dalam mencari strategi yang akan digunakan dalam pembelajaran agar para pelajar BIPA dapat dengan mudah memahami materi-materi pengajaran, strategi yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Memasukkan materi pembelajaran ke dalam sebuah permainan dan/atau tes lisan yang dikemas ke dalam permainan,

2. Menarasikan dan memvisualisasikan sebuah kata,

3. Mengajarkan cara pengucapan suatu huruf,

4 Meminta pembelajar untuk banyak mendengarkan lagu, menonton video, dan mengajak pembelajar bertemu dengan masyarakat sekitar agar melatih mereka berkomunikasi dengan masyarakat.

Sedangkan kita sebagai orang Indonesia yang menjadi penutur asli dalam Bahasa Indonesia, harus memiliki rasa percaya diri dan peduli dengan bahasa kita sendiri. Peduli yang dimaksud adalah, kita turut mengutamakan dan menggunakan Bahasa Indonesia dengan benar. Maka dengan semakin banyaknya pembelajar asing yang mempelajari Bahasa Indonesia dan kita sendiri yang turut melestarikan Bahasa Indonesia, tidak menutup kemungkinan bahwa Bahasa Indonesia dapat menjadi bahasa internasional.

Daftar Pustaka:

Gambar: https://www.google.com/search?q=BIPA&rlz=1C1CHBD_idID1018ID1018&sxsrf=APwXEdeGpQflayRehjDNGyM1-A4lhQ25lg:1681190914518&source=lnms&tbm=isch&sa=X&ved=2ahUKEwjqmYmajKH-AhWv9DgGHflWD-QQ_AUoAnoECAIQBA&biw=1366&bih=625&dpr=1#imgrc=1Mej6kgTHbsjhM&imgdii=tOSexGgeahQpKM

Sari, Retma. (2020). Belajar Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (BIPA) dengan Mudah dan Cepat untuk Pemula: Komunikasi Aktif. Kabupaten Magelang: Pustaka Rumah C1nta.

  1175 Views    Likes  

PERBEDAAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MODEL KOLB DAN MODEL GROUP INVESTIGATION

previous post

Pelantikan Bantara Pramuka: Membangun Generasi Berkarakter
PERBEDAAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MODEL KOLB DAN MODEL GROUP INVESTIGATION

next post

PERBEDAAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MODEL KOLB DAN MODEL GROUP INVESTIGATION

related posts