Part II : Anak Yang Dilacurkan

Hallo Sobat OSC, part I telah menyinggung bahwa anak yang dilacurkan merupakan bagian dari kekerasan seksual. Lalu seperti fenomena anak yang dilacurkan ? Dan bagaimana menanganinya?

Pelacuran secara umum adalah praktik hubungan seksual sesaat, yang kurang lebih dilakukan dengan siapa saja, untuk imbalan berupa uang. Tiga unsur utama dalam prak- tik pelacuran, yaitu: pembayaran, promiskuitas dan ke- tidakacuhan emosional (Truong, 1992: 15). Secara lebih perinci Purnomo dan Siregar (1984: 11) menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan prostitusi, pelacuran, atau persun- dalan adalah peristiwa penyerahan tubuh oleh wanita kepada banyak lelaki dengan imbalan pembayaran guna disetubuhi dan sebagai pemuas nafsu seks si pembayar, yang dilakukan di luar pernikahan Noeleen Heyzer (1986: 58-59) membedakan tiga macam tipe pelacur menurut hubungannya dengan pihak pengelola bisnis pelacuran. Pertama, pelacur yang bekerja sendiri tanpa calo atau majikan. Sering kali mereka beroperasi di pinggir jalan atau masuk satu bar ke bar yang lain. Kedua, pelacur yang memiliki calo atau beberapa calo yang saling terkait se- cara hierarkis. Biasanya si pelacur hanya memperoleh seba- gian kecil dari uang yang dibayarkan oleh kliennya. Ketiga, pelacur yang di bawah naungan sebuah lembaga atau orga- nisasi mapan. Contohnya klub panti pijat tempat lokalisasi, dan hotel-hotel (Saptari dan Holzner, 1997: 391-392). Secara sosiologis, pelacur anak-anak sesungguhnya lebih tepat disebut dengan istilah anak-anak yang dilacurkan karena kebanyakan mereka terperosok bekerja sebagai PSK bukan dengan sukarela, melainkan karena kasus-kasus penipuan, pemaksaan atau karena ketidakmengertian mere- ka. Di Batam, misalnya dilaporkan banyak pelacur anak- anak dipekerjakan secara paksa, lewat modus bujuk-rayu,penipuan, dan bahkan penyekapan (Gatra, 3 Oktober 1998). Berbeda dengan faktor penyebab wanita dewasa memasuki kehidupan lokalisasi yang sebagian karena memang menginginkan menempuh jalan pintas untuk meraih penghasilan dalam jumlah besar, anak-anak wanita yang terpelosok da- lam bisnis jasa seksual ini umumnya lebih disebabkan karena penipuan, pemaksaan, dan bahkan penganiayaan. Sebagian peneliti memang mensinyalir bahwa kemiskinan adalah sumber utama yang mendorong anak-anak wanita melacurkan diri. Tetapi, kalau mau objektif penyebab anak lari dari rumah hingga terlibat di dunia pelacuran sesung- guhnya bukan sekadar faktor kemiskinan yang membeleng- gu, tetapi juga faktor lain seperti kurangnya perhatian orang tua, beberapa kepercayaan tradisional, kehidupan urban yang konsumtif, serta berbagai bentuk eksploitasi anak (Jones et al., 1994; O'Grady, 1994; dan Muntarbhorn, 1996). Yuliati Umroh (2001), menyatakan bahwa sebagian anak perempuan terpaksa bekerja sebagai PSK karena lari dari rumah akibat menjadi korban tindak kekerasan dalam keluarga (child abuse), sedangkan sebagian yang lain karena kemiskinan, kebutuhan untuk mengikuti perkembangan mode yang sedang trend, dan sebagian lagi karena untuk memenuhi kebutuhan akan obat bius alias karena butuh uang akibat kecanduan narkotika. Secara lebih perinci, Koentjoro (1998), menyebutkan paling tidak ada enam faktor eksternal yang menyebabkan kenapa anak perempuan terjerumus dalam bisnis pelacuran. Karena bergesernya konsep reproduksi menjadi konsep rekreasi dalam sexual intercouse yang menyebabkan anak-anak menjadi pelampiasan pemuas nafsu seksual orang dewasa. Para pengguna jasa anak-anak yang dilacurkan mempunyai semacam kepercayaan bahwa berhubungan seks dengan anak dianggap dapat membuat mereka awet muda dan mendatangkan hokkie (rezeki) tertentu. Bagi orang tua di daerah tertentu, anak perempuan diang- gap laksana sawah atau dhuwit gedhe. Budaya paternalistis dan egoisme laki-laki yang menuntut pemuasan seks menyimpang. Kemiskinan struktural. Kasus ini dapat dijumpai pada kasus seorang anak gelandangan yang melahirkan anak jalanan, yang pada nantinya akan menjadi pelacur. Pelacuran anak muncul sebagai proses pembelajaran. Kasus ini dapat dijumpai pada seorang anak yang menjadi pelacur karena orang tuanya pelacur pula. Bagi mucikari pelacur belia atau muda usia yang masih di bawah 20 tahun merupakan aset berharga yang bisa mendatangkan keuntungan besar bagi wismanya. Umumnya, para muncikari sangat menyayangi pelacur mu- da potensial yang dimiliki, lebih-lebih lagi kalau anak baru. Mereka akan selalu berusaha menyenangkan hatinya, supaya pelacur tadi tidak lari atau pindah ke tempat lain. Ada beberapa point kelebihan yang dimiliki oleh pelacur belia, di antaranya: 1) pelacur belia relatif lebih disukai oleh para tamu 2) Punya prospek lebih lama untuk dipekerjakan sebelum berusia 30-an tahun 3) Bisa mengangkat citra wisma menjadi lebih terkenal. Dalam rangka mencari primadona-primadona baru inilah, pada akhirnya para muncikari alau germo biasanya mengembangkan jaringan dengan para broker untuk men- carikan "bibit-bibit" baru dari desa-yang notahene adalah anak-anak wanita yang masih lugu dan kemudian mereka tertipu masuk ke dalam bisnis jasa seksual yang sebelumnya sama sekali tidak pernah mereka bayangkan. Sudah menjadi rahasia umum, bahwa germo akan selalu mendapat keun- tungan lebih dari anak-anak yang dilacurkan, karena tarif booking mereka lebih tinggi daripada pelacur dewasa. Begitu miris ya sobat OSC, oh ya sepertinya aku akan melanjutkan ke Part III bagaimana akibat PSK pada Anak dan seharusnya bagaimana pencegahan serta penanganan terhadap kasus anak yang dilacurkan ini. See you di artikel selanjutnya ya
  91 Views    Likes  

Tips Belajar Efektif Ala Elon Musk

previous post

Kenal Lebih Dekat Dengan Beasiswa OSC Medcom.id
Tips Belajar Efektif Ala Elon Musk

next post

Tips Belajar Efektif Ala Elon Musk

related posts