Dunia saat ini telah memecahkan rekor dengan suhu global terpanas yang tercatat dalam sejarah. Pada 2023 silam, suhu global tercatat sekitar 1,48°C lebih hangat ketimbang rata-rata suhu era pra-industri tahun 1850-1900, kata badan iklim Uni Eropa. Pada 6 Desember 2023, Copernicus Climate Change Service (C3S) mengungkap bahwa musim gugur boreal tahun ini mencapai suhu iklim terpanas dengan kenaikan suhu 0,32°C dari sebelumnya. Suhu bumi yang memanas diketahui meningkat secara signifikan akibat aktivitas manusia yang menyebabkan efek rumah kaca. Efek rumah kaca adalah kondisi di mana hasil pembakaran bahan bakar fosil berupa gas rumah kaca (GRK) mencegah suhu panas meninggalkan atmosfer bumi. Suhu panas matahari yang tertahan ini menumpuk di atmosfer, menyebabkan peningkatan suhu global yang dikenal sebagai pemanasan global.
Saat ini, pemanasan global menjadi permasalahan serius yang dihadapi penduduk dunia karena menyebabkan perubahan iklim, yang mengubah pola cuaca dan musim tanam di seluruh dunia. Kenaikan permukaan laut akibat mencairnya lapisan es dan gletser adalah salah satu dampak signifikan pemanasan global. Pada 2022, emisi gas rumah kaca global mencapai 53,79 gigaton setara karbon dioksida (Gt CO2e), dengan Indonesia menyumbang 1,24 gigaton setara karbon dioksida, atau sekitar 2,3% dari total emisi global. Salah satu faktor utama peningkatan gas rumah kaca adalah maraknya penggunaan bahan bakar fosil.
Bahan bakar fosil seperti bensin, solar, dan minyak bumi menghasilkan gas rumah kaca yang menyebabkan pemanasan global. Pembakaran pada mesin kendaraan menghasilkan gas CO2 dan gas lain yang merusak lapisan ozon, meningkatkan risiko radiasi matahari ke bumi. Menurut bapak Trois Dilisusendi, Kasubdit Penyiapan Program Bioenergi Ditjen EBTKE, Kementerian ESDM, penggunaan bahan bakar fosil di Indonesia mencapai 90%. Jumlah ini tinggi dan tidak sejalan dengan cadangan yang semakin menipis.
Solusi yang ditawarkan adalah penggunaan sumber energi terbarukan seperti biogas. Energi biogas dihasilkan dari limbah organik seperti kotoran ternak atau limbah dapur melalui proses anaerobik digester di ruang kedap udara. Komponen utama biogas adalah gas metana (CH4) dan karbondioksida (CO2) yang dapat dibakar untuk menghasilkan energi.
Bumi pertiwi memiliki kekayaan gas alam dan minyak bumi, namun kita harus berinovasi dengan energi alternatif seperti biogas. Menurut Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), pengembangan biogas di Indonesia adalah tantangan dan peluang. Ada beberapa aspek yang perlu ditinjau ulang seperti akses pendanaan, teknologi, koordinasi, tata kelola, investasi, dan kebijakan. Kementerian ESDM mencatat 47.505 unit biogas rumah tangga yang menghasilkan 75.044,2 m³/hari atau sekitar 26,72 juta m³/tahun.
Biogas terbukti memberikan kontribusi pada pencapaian 12 dari 17 Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) dengan mengurangi dampak perubahan iklim, meningkatkan pengelolaan limbah, dan menciptakan lapangan kerja berkelanjutan. Jawa Barat, sebagai provinsi terbesar di Indonesia, memiliki potensi besar untuk produksi biogas dengan jumlah penduduk besar, populasi ternak melimpah, dan tingkat pengangguran tinggi.
Dengan populasi hampir 50 juta jiwa pada tahun 2020, Jawa Barat memiliki peluang besar untuk mengumpulkan limbah organik. Potensi biogas dari kotoran manusia sangat signifikan. Manusia rata-rata menghasilkan sekitar 0,250 kg kotoran per hari. Dengan populasi 50 juta jiwa, Jawa Barat dapat menghasilkan 12,5 juta kg kotoran manusia per hari. Kotoran manusia terdiri dari 77% air dan 23% materi padat (Total Solid), sehingga total solid didapati sebesar 2.875.000 kg/hari, atau sama dengan 2.875 ton/hari. Volume biogas yang dapat dihasilkan dari kotoran manusia adalah sekitar 0,02-0,028 m³/kg. Maka, volume biogas yang dapat dihasilkan oleh kotoran manusia di seluruh populasi Jawa Barat adalah paling tidak 321.500 m³/hari.
Di sisi lain, Jawa Barat juga dikenal dengan populasi ternak yang melimpah. Jawa Barat dikenal sebagai lumbung ternak nasional dan kaya dengan keragaman hewan ternaknya sebagai sumber penopang ekonomi masyarakat. Jawa Barat menduduki posisi pertama sebagai provinsi dengan domba ternak terbanyak di Indonesia. Pada tahun 2021, Provinsi Jawa Barat memiliki sekitar 12,25 juta ekor domba ternak. Potensi bahan baku dari limbah ternak juga menjadi sangat besar untuk memproduksi biogas. Limbah dari peternakan dapat dimanfaatkan secara efisien melalui proses fermentasi anaerob menjadi biogas, yang dapat digunakan sebagai sumber energi alternatif yang ramah lingkungan.
Rata-rata domba dapat menghasilkan sekitar 2,49 kg kotoran per hari. Kotoran domba mengandung bahan kering sekitar 40–50 persen dan nitrogen 1,2–2,1 persen. Untuk kandungan kotoran domba 40%, hasil biogas adalah 637,3 mL/gVS. Kandungan VS (volatile solids) kotoran domba adalah sekitar 80%. Ini berarti bahwa 1 kg kotoran domba akan mengandung sekitar 0,8 kg VS. Maka volume biogas dari 1 kg kotoran domba adalah:
Volume Biogas ={Kandungan kotoran domba 40% x VS
=637,3 mL/gVS×0,8 kg VS
=637,3mL/gVS×0,8kg VS
=509,84 mL
Oleh karena itu, volume biogas yang dihasilkan dari 1 kg kotoran domba adalah sekitar 509,84 mL. Jika dikalikan dengan penghasilan oleh seekor domba dalam rentang waktu satu hari, maka didapati bahwa volume biogas yang dihasilkan adalah 1269,5 mL. Jika dikalikan dengan jumlah total domba di Jawa Barat yaitu sekitar 12,25 juta ekor, maka didapati biogas yang dapat dihasilkan adalah 15.551.394.600 mL atau setara dengan 15.551,4 m³/hari.
Tingginya angka pengangguran di Jawa Barat, yang pada awal tahun 2023 mencapai 7,89%, menjadikan pentingnya menciptakan peluang ekonomi baru. Produksi biogas dapat menjadi salah satu solusi untuk mengurangi tingkat pengangguran dengan menciptakan lapangan kerja baru dalam proses produksi, distribusi, dan pemasaran biogas.
Dengan memanfaatkan potensi yang dimiliki, Jawa Barat dapat menjadi pusat produksi biogas yang signifikan di Indonesia. Selain memberikan manfaat ekonomi dengan mengurangi tingkat pengangguran, produksi biogas juga akan berkontribusi pada pengelolaan limbah organik dan mengurangi ketergantungan pada energi fosil, mendukung pembangunan berkelanjutan dan pelestarian lingkungan di provinsi ini.
Instalasi industri biogas di Provinsi Jawa Barat memiliki potensi untuk memberikan dampak yang sangat positif dalam berbagai aspek. Dari segi lingkungan, pemanfaatan biogas dapat mengurangi emisi gas rumah kaca dan limbah organik, yang berdampak pada penurunan polusi dan peningkatan kualitas udara serta tanah. Selain itu, industri ini dapat menjadi solusi untuk masalah pengangguran dengan menciptakan lapangan kerja baru dalam berbagai sektor yang terkait, seperti produksi, pemeliharaan, dan distribusi energi. Hal ini secara langsung akan mengurangi tingkat pengangguran di daerah tersebut.
Perekonomian nasional juga akan mendapatkan manfaat signifikan dari instalasi ini. Produksi biogas dalam jumlah besar, yaitu sekitar 33.705,4 m³ per hari atau 123 juta m³ per tahun, dapat menjadi sumber energi alternatif yang berkelanjutan dan mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil. Penggunaan biogas dapat mengurangi biaya energi bagi industri dan rumah tangga, serta mengurangi impor bahan bakar fosil, yang pada akhirnya meningkatkan ketahanan energi nasional dan mengurangi defisit neraca perdagangan.
Pengembangan biogas di Jawa Barat menawarkan solusi konkret untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan di Indonesia. Potensi besar produksi biogas dari limbah organik manusia dan hewan dapat mengurangi emisi gas rumah kaca, mengurangi ketergantungan pada energi fosil, dan mengelola limbah secara efisien. Selain itu, penciptaan lapangan kerja baru dalam industri biogas akan membantu mengurangi tingkat pengangguran dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Dengan upaya terkoordinasi dalam pengembangan teknologi, akses pendanaan, dan kebijakan yang mendukung, Jawa Barat dapat menjadi pionir dalam energi terbarukan. Produksi biogas yang besar dapat meningkatkan ketahanan energi nasional dan mengurangi defisit
Daftar Pustaka
Copernicus Climate Change Service (C3S). (2023). Suhu global terpanas. Diakses pada 6 Desember 2023 dari https://climate.copernicus.eu/
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). (2022). Laporan tahunan energi terbarukan dan konservasi energi. Jakarta: Kementerian ESDM.
Dilisusendi, T. (2023). Penggunaan bahan bakar fosil di Indonesia. Ditjen EBTKE, Kementerian ESDM.
International Energy Agency (IEA). (2022). Global emissions report. Paris: IEA. Diakses dari https://www.iea.org/reports/global-energy-review-2022/co2-emissions
Badan Pusat Statistik (BPS). (2021). Populasi ternak di Indonesia. Jakarta: Badan Pusat Statistik.
Troelisusendi, D. (2023). Program bioenergi Indonesia. Ditjen EBTKE, Kementerian ESDM.
World Bank. (2020). Indonesia's urbanization and its impacts on rural areas. Washington D.C.: World Bank.
United Nations Development Programme (UNDP). (2023). Sustainable development goals (SDGs) report. New York: United Nations Development Programme.
Food and Agriculture Organization of the United Nations (FAO). (2021). Livestock production systems. Rome: FAO.
Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC). (2023). Climate change 2023: Mitigation of climate change. Diakses dari https://www.ipcc.ch/report/ar6/wg3/
World Resources Institute (WRI). (2022). Global greenhouse gas emissions data. Diakses dari https://www.wri.org/resources/data-visualizations/world-greenhouse-gas-emissions-2022
EcoMENA. (2023). Potential of biogas in Indonesia. Diakses dari https://www.ecomena.org/potential-of-biogas-in-indonesia/
previous post
Jadi Mahasiswa Aktif : Tips Sukses di Perkuliahan